Penyakit

Ada empat kondisi karang yang diidentifikasi sebagai penyakit.  Ke empat kondisi tersebut adalah penyakit sabuk putih (white band disease –WBD), penyakit sabuk hitam (black band disease –BBD), infeksi oleh bakteri, dan reaksi menutup (Richmond 1993).  Selain itu karang juga rentan terhadap tumor dan cacing parasit.  Penyakit-penyakit tersebut berkaitan dengan tekanan (stress) yang dialami karang.  Tekanan yang ditimbulkan manusia (antropogenik) dapat meningkatkan kerentanan karang terhadap penyakit-penyakit tersebut.

1. Penyakit sabuk putih dan penyakit sabuk hitam
Penyakit seperti BBD dan WBD mematikan jaringan karang saat penyakit tersebut menjadi parah dalam “sabuk”di sekeliling karang dan meninggalkan kerangka karang yang berwarna putih.  Edmunds (1991) menyatakan bahwa BBD yang disebabkan oleh cyanophyte (sejenis tumbuhan parasit) Phormidium corallyticum, mungkin berperan dalam memelihara keanekaan karang karena BBD jenis ini yang paling sering terjadi dalam jenis karang yang membentuk koloni yang besar serta membentuk kerangka bagi terumbu.  Saat BBD mematikan bagian dari koloni tersebut, kerangka yang ditinggalkan dapat menjadi tempat yang dapat dikoloni oleh jenis karang yang lain yang baru tumbuh.  Namun demikian, setelah kurang lebih 25 bulan, tidak ada lagi karang baru di antara karang yang terkena penyakit BBD (Edmunds 1991).
Penyakit sabuk putih (WBD) yang diyakini disebabkan oleh bakteri pathogen yang belum diketahui, memiliki pengaruh yang sama terhadap karang, dengan meninggalkan kerangka karang berwarna putih yang mati.  Gladfelter (1982) tidak melihat WBD memberikan manfaat bagi terumbu karang.  Gladfelter berpendapat bahwa WBD menghancurkan struktur terumbu karena kerangka koral yang mati yang dibawa alga kemudian dikoloni oleh alga, invertebrata, jenis-jenis siput, dan spons cloinid yang membuat lubang, yang kesemuanya melemahkan kerangka karang.  Sehingga kerangka karang menjadi rapuh dan patah saat badai terjadi.  Situasi ini juga dapat terjadi pada BBD.

Cara penyakit ini menular sejauh ini secara pasti belum diketahui.  Meskipun karang yang sehat bisa mendapatkan BBD melalui kontak dengan karang yang terinfeksi, karang yang berpenyakit tidak dapat berkumpul secara alami dalam terumbu dan bisa terpisah dalam jarak yang cukup jauh.  Dengan demikian, dapat disimpulkan bahwa BBD dapat tersebar dengan bantuan arus melalui trichomes yang terlepas dari koloni yang terinfeksi dan mendarat pada koloni yang lain (Edmunds 1991).

Karang yang berada dalam tekanan cenderung untuk terkena penyakit, dan BBD memiliki laju infeksi yang lebih tinggi di perairan yang lebih hangat.  Dengan demikian, suhu musiman akan berpengaruh pada penyebaran BBD.  Selain itu, segala cara pemanasan perairan yang disebabkan manusia (antropogenik) dapat meningkatkan kemungkinan BBD.  BBD juga didapati lebih banyak di sekitar gangguan yang disebabkan manusia.  Namun demikian, WBD sejauh ini didapati tidak berkaitan dengan gangguan manusia (Gladfelter 1982).

2. Penyakit karena bakteri dan patogen lain
Karang bisa pula ditulari penyakit secara tidak langsung.  Penyakit yang menyerang penghuni terumbu karang yang lin dapat mempengaruhi ekologi karang.  Pada tahun 1993,  pathogen yang baru ditemukan diperkirakan mempengaruhi alga coralline di Samudera Pasifik (Littler and Littler 1995).  Patogen ini meninggalkan kerangka alga coralline yang berwarna putih saat penyakit ini berkembang dalam sabuk yang berwarna jingga (oranye), menghancurkan alganya.  Alga coralline membantu komunitas terumbu karang dengan melekatkan pasir, pecahan karang, dan sisa yang lain menjadi substrat keras guna pertumbuhan koloni karang yang baru.  Selain itu, alga ini juga menyerap energi gelombang dalam lingkaran terluar terumbu yang dapat dapat mengerosi garis pantai (Littler and Littler 1995).

Penyakit lain yang dapat mematikan karang secara tidak langsung adalah penyakit yang menyerang teripang Diadema antillarum yang hidup dalam terumbu karang (Lessions 1988).  Teripang berfungsi sebagai pemakan alga yang dapat menutup karang dan sebagai pembersih karang secara biologis saat teripang makan di atas karang (Lessions 1988).

3. Pemutihan Karang (Coral Bleaching)
Pemutihan karang terjadi karena hilangnya zooxanthellae yang hidup bersimbiosis dalam jaringan polip.  Hilangnya zooxanthellae ini membuka kalsium karbonat koloni karang yang berwarna putih.  Secara alami, karang akan kehilangan zooxanthellaenya dalam jumlah kurang dari 0.1% selama proses perkembangbiakan dan pergantian (Brown and Ogden, 1993).  Namun demikian, pengaruh negatif di lingkungan terumbu karang dapat memicu peningkatan jumlah zooxanthellae yang hilang.  Ada sejumlah tekanan atau perubahan lingkungan yang dapat menyebabkan proses pemutihan ini.  Perubahan dan tekanan tersebut mencakup penyakit, kurangnya sinar matahari yang berlebihan, peningkatan tingkat radiasi ultraviolet, sedimenasi, polusi, perubahan salinitas, dan peningkatan suhu.

Tergantung lokasinya, karang bisa hidup dalam rentang suhu yang sangat terbatas, yaitu 25 derajat Celsius hingga 29 derajat Celsius.  Karang mengalami pemutihan karena karang bereaksi terhadap perubahan suhu dalam waktu yang lama dan bukan terhadap suhu yang naik-turun dalam waktu yang singkat.  Percobaan di laboratorium menunjukkan bahwa karang memutih saat air mencapai suhu 32 derajat Celsius secara konstan (Brown and Ogden, 1993).

Sejumlah percobaan menunjukkan bahwa peningkatan sinar ultra violet menyebabkan pemutihan karang.  Sinar ultra violet yang dialami oleh karang dapat meningkat dalam air yang tenang.  Jumlah mycosprine—yaitu asam amino yang ada dalam jaringan karang—membantu menentukan seberapa banyak sinar ultra violet yang didapat tanpa mengalami pemutihan (Gleason, 1993).

Mekanisme bagaimana karang memutih atau apa yang memicu proses pemutihan tersebut sejauh ini belum diketahui.  Namun demikian, ada sejumlah hipotesis yang mencoba menjawab pertanyaan ini.  Percobaan di laboratorium menunjukkan bahwa zooxanthellae dilepaskan ke perut polip dan kemudian dikeluarkan dari polip melalui mulutnya (Brown and Ogden, 1993).  Tetapi, kondisi ini belum pernah teramati di alam.  Hipotesis yang lain adalah bahwa karang yang berada dalam tekanan memberi makanan yang lebih sedikit bagi alda sehingga alga tersebut meninggalkan polip.  Dalam kondisi tertekan alga mungkin menghasilkan racun oksida yang dapat mempengaruhi polip.

Tidak ada komentar: