BIOEKOLOGI TERUMBU KARANG

BIOEKOLOGI TERUMBU KARANG
Oleh: Dedi Soedharma
Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan IPB

PENDAHULUAN

Terumbu karang merupakan  ekosistim laut dangkal yang sangat produktif jika dibandingkan dengan ekosistim laut dangkal lainnya, seperti lamun dan mangrove. Sehingga dapat memberikan kontribusi tambahan dan input energi bagi lingkungan perairan disekitarnya. Kondisi ini memungkinkan biota laut lainnya memanfaatkan kesuburan terumbu karang sebagai tempat hidup mencari makan dan berkembang biak bagi ribuan jenis taksa seperti krustasea, moluska, holothuria, finfish, tumbuhan laut bahkan mamalia laut turut menjadi penghuninya.
Komposisi warna kombinasi antara bentuk berongga terumbu karang dengan ratusan jenis ikan karang dan biota lainnya yang berwarna warni menjadikan pesona nan sangat indah, baik untuk para ilmuwan dan orang awan.  Masyarakat pesisir telah lama memanfaatkan sumberdaya terumbu karang sebagai tumpuan hidupnya baik hanya untuk  memenuhi kebutuhan hidup untuk kecukupan sumber pangan atau sebagai mata pencaharian utama dengan melakukan pemanenan berbagai jenis biota laut dan asosiasinya.
Makin lama permintaan sumberdaya yang berasal dari komunitas terumbu karang tersebut makin meningkat sesuai dengan kebutuhan dan permintaan pasar sehingga intensitas  pemanenan makin tinggi ditambah dengan kekeliruan menggunakan  alat tangkap yang tidak ramah lingkungan seperti bahan peledak,racun  sianida dan peralatan lainnya yang non selektif,sehingga menyebabkan kerusakan yang cukup parah bahkan di beberapa daerah  sering ditemukan pada lokasi lokasi terumbu karang tertentu sudah sangat sulit untuk dipulihkan tanpa bantuan  upaya rehabilitasi oleh manusia.



PENGENALAN KLASIFIKASI TERUMBU KARANG

Terumbu karang adalah bentuk struktur massif yang terbentuk oleh hasil deposit batu kapur (kalsium karbonat) dari organisme Coelenterata coral sebagai penghasil kapur ditambah dengan ganggang laut berkapur seperti  halimeda menjadikan kenyamanan organisme lainnya turut memanfaatkan sebagai tempat hidup,mencari makan dan tempat berkembang biak.
Biota Coral merupakan pembentuk utama sebagai ”reef building corals” (hermatypic)  adalah organisme yang tingkatannya masih rendah  tetapi mempunyai kemampuan untuk bersimbiose dengan mikro alga zoooxanthellae”unicellular dinoflagelata sehingga dapat mempercepat sepuluh kali lipat untuk menghasilkan kerangka kapur yang tumbuh,dengan persyaratan terpenuhinya factor factor pembatas seperti salinitas,temperature,kedalaman. Terumbu karang  dapat ditemukan  sejak dari permukaan daerah dangkal (1 sd 2 m) hingga 80 m  terutama pada daerah laut yang jernih.
Berbagai bentuk koral ditentukan oleh struktur komponen kapur yang terbentuk,sehingga ada yang berbentuk placeloid atau flabellate,plocoid,cerioid,meandroid, dan hydnophoroid. Bentukan ,ukuran panjang,lebar dari bagian bagian struktur kapur tersebut dikelompokan secara taksonomis sebagai kelompok ordo,famili,genus dan spesies.       Daril penelusuran banyaknya jenis jenis koral di Indonesia dapat mencapai diatas  400 jenis dan dari sekitar 60 famili,sehingga cukup menyulitkan bagi para taxonomis dalam menelusuri jenis jenis tersebut secara mudah karena beberapa jenis tertentu seperti karang bercabang  Acropora  ada yang mirip antara  jenis yang satu dengan jenis lainnya.

Pengenalan jenis di lapangan sangat menentukan keberhasilan dalam mengkoleksi data baik kwalitatif maupun kwantitatif,sehingga dicarikan metoda yang lebih sederhana dengan mengenali bentuk kerangka(life form) yangtelah  dikembangkan  dengan baik oleh Australian Institut of Marine Sciences(AIMS),dengan hanya mengenali model model bentuk karang bercabang (branching ),karang masif(massif corals),karang soliter,berbentuk meja(tabulate) dan berbentuk jamur(foliose). Metoda ini cukup  memudahkan  karena dengan tidak diperlukan mengenal jenis,kita sudah dapat menentukan kondisi  penutupan  terumbu karang pada suatu areal tertentu, sehingga kesehatan suatu komunitas coral dapat dikwantifikasikan dengan cukup cepat.

FUNGSI KOMUNITAS TERUMBU KARANG DALAM EKOSISTIM

Binatang karang dari kelompok penghasil kapur (hard corals) dan yang tidak seperti kelompok karang lunak(soft corals)  telah terbentuk sejak ratusan juta tahun lalu yaitu sejak terbentuknya planet bumi dengan kondisi temperature laut yang relative hangat.Dari hasil observasi di berbagai tempat di seluruh dunia ternyata  batu karang dapat ditemukan diseluruh dunia baik pada daerah dingin seperti benua Eropah hingga ke daerah tropis di kawasan Indofasifik terutama yang sudah dalam bentuk fosil baik di dalam laut dipinggir pantai bahkan sampai di daerah pegunungan yang jauh dari laut.Mengapa terjadi demikian?Karena  proses pembentukan daratan  dan lautan  planet bumi kita telah mengalami evolusi yang cukup panjang dalam skala jutaan tahun dengan sebaran temperatur perairan yang berubah rubah,seperti di Benua Eropah terutama daratan Inggris ada saat saat tertentu mengalami kondisi hangat sehingga memungkinkan karang pembentuk kapur  tumbuh dan berkembang menjadi  terumbu karang seperti yang  kita temukan seperti di daerah hangat tropis.

Pada saat ini  terumbu karang hanya hidup di daerah yang  hangat seperti di laut tropis yang dibatasi garis imaginer ekuator antara 20 derajat lintang Utara dan Lintang Selatan,yaitu sejak dari  garis nol derajat dari sekitar Barat Laut jazirah Arab di Timur Tengah,Barat Daya Lautan Hindia disekitar P. Madagaskar, terus ke kawasan Pantai India,China sampai Korea,Perairan Indonesia, Phillipina hingga ke daerah Selatan Jepang, Daerah Australia  di Great Barrier Reef , terus ke pulau pulau di Pacifik Barat  sampai di New Caledonia daerah Pacifik Selatan Palao, Tahiti, Hawai  hingga mencapai di daerah Karibia dan Brazilia di  samudera Atlantik.Walaupun demikian luas sebarannya  ternyata ada beberapa daerah tropis yang tidak berkembang seperti di pantai  Barat Afrika dan  pantai Timur dan Selatan Amerika Latin karena adanya pengaruh aliran arus dingin yang muncul ke permukaan di daerah menjadi Upwelling.

Sebagai komunitas  yang terlindung dan subur menjadikan kenyamanan untuk hidup berbagai jenis organisme dari  ratusan jenis  taksa organisme dari yang  seperti; bakteri,jamur, plankton,cacing laut,sponge teripang dan moluska,krustasea sebagai binatang yang tidak bertulang belakang hingga  biota yang bertulang belakang seperti ikan ,reptil  dan  penyu laut, bahkan mamalia laut seperti duyung.Kehidupan dengan keragman yang sangat  tinggi tersebut menjadikan ekosistim terumbu karang sebagai salah satu sumber megadiversiti di laut tropis, sama halnya seperti hutan tropis yang ada di kita.
Terdapatnya berbagai sediaan sumber hayati terutama ikan moluska dan krustasea,teripang dan rumput laut menjadikan kawasan ini menjadi tumpuan hidup  untuk usaha masyarakat pantai terutama dari etnis Melayu, Bugis, Makasar, Maluku, Buton  Bajau dan suku2 pesisir di Pesisir Papua.
Pada saat ini bisnis pemanfaatan sumberdaya dari biota terumbu karang sudah berkembang seperti kegiatan industri mutiara,perdagangan dan budidaya abalone,pembesaran lobster/udang karang,budidaya rumput laut dan kegiatan budidaya ikan karang  seperti berbagai jenis   kerapu, dan sunu.
Indonesia saat ini merupakan salah satu Negara pengexport karang hias terbesar di dunia melalui prosedur perdagangan CITES dengan kisaran  antara 1,5 sd 2 juta piece per tahun yang diambil dari lokasi lokasi di sekitar Lampung , P Seribu, Karimun Jawa, Madura, Bali dan NTB,dan dari Sulawesi Selatan.

SUMBERDAYA TERUMBU KARANG

Sumberdaya terumbu karang merupakan bagian yang penting yang bisa dimanfaatkan secara ekonomis baik sumberdaya hayati dari berbagai jenis biota laut yang hidup atau berasosiasi dengan terumbu karang  atau  dalam bentuk jasa lingkungan yang secara ekologis memberikan kenyamanan terhadap lingkungan bawah air sebagai penghasil oksigen yang dikeluarkan oleh micro alga zooxanthellae dan jasa lingkungan sebagai panorama bawah air yang indah,pantai pasir yang putih serta kenyamanan tempat tinggal masyarakat pantai dari angin dan ombak yang keras.Terumbu karang sebagai pelindung dan penghalang datangnya arus dan gelombang yang besar dari tengah laut.Manfaat lainnya sumberdaya terumbu karang adalah sebagai berikut:

1. Sebagai Penghasil Sumberdaya Hayati.
Sebagai penghasil sumberdaya hayati terutama ikan dan biota laut   karang lainnya dengan berbagai ukuran dari beberapa cm hingga 70 sd 80 cm merupakan sumberdaya penting yang bisa dimanfaatkan menjadi komoditi penghasil protein hewani .Kelompok ikan karang ini berdasarkan kegunaannya dapat di manfaatkan sebagai ikan konsumsi untuk kebutuhan dimakan dan ikan karang sebagai ornamental fish sebagai ikan akuarium .Kedua jenis kebutuhan tersebut makin lama cenderung makin tinggi sehinga bisnis perdagangan ikan karang hidup untuk pasokan pasar Hongkong,Singapur dan Taiwan makin berkembang terutama jenis kerapu dan sunu,sedangkan pasar ikan hias laut banyak dikirimkan ke Singapura,Amerika dan Eropah. Ikan ekor kuning(Caesio sp)merupakan komoditi ikan yang penting yang diangkap disekitar karang hidup dengan jarring muro ami. Armada penangkapnya berbasis di P Seribu dengan daerah operasi dari Natuna ,Bangka Belitung,Karimun Jawa, Bawean hingga ke Kangean di Madura. Singapura merupakan pasar utama  terutama pada saat tahun baru china permintaannya meningkat.

2.Sebagai Sumber  Karang Hias Laut
Karang hias laut merupakan bagian perdagangan coral hidup yang menarik karena harganya cukup menarik untuk pasaran internasional. Ratusan jenis karang hias bercabang, masif dan karang soliter dipasarkan ke Eropah  seperti ke Inggris,Perancis,Italy Jerman ,dan ke Amerika Serikat. Kebutuhan akan karang hias   makin meningkat terutama setelah Philipina menghentikan exportt karang hidup,Indonesia menjadi pengexport terbesar karang hias laut.Karang hias tersebut merupakan komoditi perdagangan khusus karena harus ditentukan kwotanya setiap tahun. Pada saat ini lebih dari 20 perusaaan exportir karang hias yang tergabung pada Asosiasi Karang,kerang dan Ikan Hias Indonesia(AKKII)
  
3. Teripang dan Rumput Laut
Teripang dan rumput laut merupakan komoditi penting lainnya yang dipanen di perairan   terumbu karang.Dua komoditi ini mempunyai nilai   ekonomisyang tinggi untuk memasok kebutuhan dalam dan luar negeri(export).Teripang dikumpulkan dari alam yang saat ini populasi jenisnya terutama teripang pasir sudah sangat menurun,dikhawatirkan stok di alam telah mulai menurun, sedangkan teknologi budidayanya belumberhasil baik terutama untuk mendapatkan benih yang siap tebar di laut,sedangkan rumput laut dari jenis Euchema cotonii merupakan komoditi unggulan untuk masyarakat pantai,   kebutuhannya saat ini makin meningkat  baik untuk pasar dalam dan luar negeri.

4. Industri Kerang Mutiara.
Bahan baku industri kerang mutiara yaitu induk dan benih berasal dari daerah terumbu karang sehingga keberadaan terumbu karang sangat menentukan pasokan stok induk dan benih dari alam. Pada saat ini pasokan benih dan stok induk bisa juga dihasilkan dari hasil pembenihan  dan pembesaran sampai ukuran itertentu untuk dipakai sebagai sediaan brood stok. Sumber induk ada yang dari alam sedangkan anakan atau benih berasal dari hasil  pemijahan  di  pembenihan.Pemilihan  induk dari alam juga sering berdasarkan pertimbangan warna mutiara yang akan dihasilkan,apakah menginginkan berwarna emas,pink,,putih kebiruan atau  warna warna lainnya.

 5. Wisata Bahari
Wisata bahari mengunjungi obyek  terumbu karang merupakan bagian yang penting pada aktifitas wisata laut tropis .Keunggulan lankap bawah air dengan panorama yang indah menjadikan setiap orang ingin terjun dan menikmati keindahannya.Cukup dengan bermodalkan atau sewa masker dan snorkel kita bisa menikmati keindahan bawah air tersebut.Kegiatan wisata bawah air merupakan pilihan penting di Bali saat ini dimana mereka sudah merasa jenuh kalau hanya mengunjungi objek objek di darat.Kegiatan ini dari tahun ke tahun terus meningkat yang ditandai dengan maraknya paket wisata laut yang banyak  menawarkan  kursus singkat menyelam..Daerah yang paling diminati di Bali untuk panorama bawah air adalah pulau Nusa Penida karena disana  telah disediakan fasilitas berupa pontoon yang dibangun di kawasan terumbu karang sebagai shelter bagi para turis untuk terjun ke air.Bagi para pencinta menyelam terumbu karang akan menjadi pilihan utama dimanapun  di tempat tempat yang akan mereka kunjungi sebagai  spot  lokasi penyelaman.

BIOPROSPEKTING BAHAN OBAT OBATAN.

Bahan obat obatan yang sekarang sudah menjadi obat modern berasal dari berbagai sumber daya alam terutama sumberdaya hayati hasil explorasi di habitat alami terestrial pada lahan daratan,masyarakat di pedesaan telah memanfaatkan bahan obat obatan tersebut secara turun temurun sebagai obat tradisional untuk mengobati berbagai penyakit seperti anti pembengkakan,sakit kepala,diare,malaria,bahkan penyakit yang disebabkan oleh bakteri dan jamu dll.Pengetahuan masyarakat tersebut ternyata telah banyak diangkat menjadi obat obatan modern dikemas dalam kemasan modern dan telah mengalami pengujian secara klinis di pabrik obat obatan modern di negara berkembang seperti Amerika, Eropah.
Dalam dekade terakhir laut merupakan daerah perburuan penting sebagai sumber obat obatan modern terutama melakukan explorasi di habitat terumbu karang Yang banyak dihuni oleh berbagai biota yang berpotensi sebagai bahan obat obatan dari laut seperti rumput laut,nudibranch,gastropoda,spons,karang lunak dsb.
Hasil Penelitian team IPB terhadap  jenis jenis spons dan karang lunak sudah ada beberapa jenis yang potensial bisa di teliti lebih lanjut sebagai bahan obat obatan terutama yang mengandung terpenoid.


DEGRADASI TERUMBU KARAN DAN PENANGGULANGANNYA

Ekosistim terumbu karang merupakan ekosistim laut dangkal dimana sebaran terumbu karang selalu mengikuti keberadaan pulau pulau  ya ng terisolasi di tengah laut serta berada pada daerah landasan kontinen dangkal sejak dari tepi pantai hingga kedalaman tertentu. Lokasi lokasi khusus juga bisa ditemukan terutama pada daerah dangkal gosong di tengah laut seperti banyak ditemukan di sekitar p Seribu Teluk Jakarta,P Banyak , Taman Nasional Takabonerate dan Taman Nasional Wakatobi di Sulawesi Tenggara. Hamparan  coral bawah laut tersebut bisa sambung menyambung dengan luasan yang cukup besar  mencapai puluhan kilometer persegi seperti diTaman Nasional Wakatobi.
Keberadaan terumbu karang memudahkan untuk dijangkau masyarakat pantai sehingga sering  masyarakat suku Bajau di Sul. Tenggara sangat terkait kehidupannya kepada sumberdaya terumbu karang mereka  tinggal di tengah laut pada pulau pulau karang yang terpencil.
Mengapa terjadi kerusakan terumbu karang? Dari hasil observasi team sosial COREMAP(……..) ternyata penyebab utama adalah keserakahan manusia yang ingin mudahnya saja mendapatkan sumberdaya ikan dengan menggunakan bahan peledak dan bahan racun ikan(potassium sianida).Kerusakan yang disebabkan oleh bahan peledak yang daya ledaknya tinggi bisa meninggalkan lubang yang cukup dalam serta memporakporandakan  struktur terumbu karang,sedangkan kerusakan yang ditimbulkan oleh racun sianida lebih kepada kerusakan komunitas renik biotanya termasuk larva larva ikan dan terumbu karang.

Pencemaran perairan merupakan bagian yang penting pada ekosistim terumbu karang terutama polutan yang berasal dari daratan seperti sedimentasi Lumpur,bahan organik dari sampah perkotaan,serta leaching  nutrient dari kegiatan pertanian di daerah hulu.Kelebihan nutrient tersebut menyebabkan munculnya komunitas alga laut yang mengokupasi substrat dasar.Pada saat ini telah terjadi expansi alga laut terebut di Teluk Jakarta dan di sekitar kepulauan Spermonde Sulawesi Selatan.

Upaya Penanggulangan

Penanggulangan untuk mengurangi kerusakan  diharapkan dapat memulihkan kembali kondisi lingkungan terumbu karang diperlukan langkah langkah pengendalian kerusakan langsung yang terkait dengan kegiatan ekstrasi sumberdaya seperti penangkapan ikan karang,penyadaran masyarakat serta  penyediaan lapangan kerja yang memadai,serta pendidikan keterampilan ,dan penegakan hukum .Konsep pemulihan dengan model tersebut diatas memerlukan dana yang besar serta waktu yang lama. Sasaran proyek Coremap saat ini dalam implementasinya lebih kepada pemberdayaan masyarakat local dan melakukan pengawasan pada daerah daerah yang diperuntukan sebagai kawasan perlindungan.

Teknologi Rehabilitasi dan Pengkayaan Habitat(habitat enrichment)
Penciptaan Terumbu Buatan.
Terumbu buatan (artificial reef )merupakan teknologi pilihan yang telah berhasil menciptakan habitat baru memperkaya keanekaragaman hayati terumbu karang .Berbagai model telah dikembangkan menjadikan kita bisa memilih yang paling cocok apakah menggunakan kongkrete blok semen,bioreef,ban bekas dan bahan dari pvc paralon.

Trasplantasi karang.
Teknologi rehabilitasi yang relative baru di Indonesia bahkan di dunia adalah upaya mempercepat terjadinya komunitas terumbu karang dengan menggunakan tehnik pemotongan(cutting) bagian bagian yang hidup dipindahkan ke tempat yang  lain untuk menjadikan komunitas baru.Dari hasil temuan riset dan plot plot demosite dengan berbagai jenis karang yang ditransplantasikan ternyata karang bercabang cukup cepat pertumbuhannya dibandingkan dengan karang tidak bercabang.rata rata jenis acropora antara 0,5 s/d 1,5 cm per bulan.
Tehnik transplantasi sebagai pilihan untuk mendapatkan individu baru mempunyai prospek yang  baik sebagai pilihan yang bisa disosialisasikan kepada masyarakat pesisir dalam rangka penyediaan stok karang yang  diperdagangkan. Pada saat ini sedang disusun pedoman transplantasi karang oleh Ditjen PHKA sebagai Management Authority  untuk perdagangan coral melalui procedure CITES. 

Cara Makan

Karang mendapatkan makanannya dengan berbagai cara.  Karang pembangun terumbu mengandalkan pasokan makanannya pada produk fotosintesa yang dilakukan oleh zooxanthellae.  Produk hasil fotosintesa ini adalah bagian terbesar dari nutrien yang didapatkan karang.  Selain dari hasil fotosintesa zooxanthellae, karang juga menangkap zooplankton yang berlalu di sekitarnya untuk makanannya.  Karang merupakan pemangsa suspensi, artinya, karang tidak langsung mencerna makanannya pada saat mendapatkan pakan. 

Ada dua cara yang digunakan karang untuk menangkap mangsanya.  Yang pertama adalah dengan menangkap dengan nematocyct yang lengket, dan yang lain dengan perangkap lendir (Sebens and Johnson, 1991).  Nematocyst pada tentakel dan dan filamen mesentarial digunakan untuk menyengat mangsa dan membawanya ke mulutnya.  Sejumlah karang memerangkap mangsanya dengan lendir yang lengket pada tentakelnya dan memasukkan mangsa tersebut ke mulutnya dengan cilia dan lendir.  Ukuran mangsa tergantung pada besarnya polip (Sebens and Johnson, 1991).

Sebagian karang mencari makan pada malam hari.  Hal ini mungkin disebabkan karena zooplankton bergerak ke arah kolom air pada malam hari.  Tentakel yang tergulung (tersimpan) di siang hari juga membantu karang dalam menghindari pemangsa, membuatnya terlindung dari sinar ultra violet, dan menghindari terlindungnya zooxanthellae dari sinar matahari.

Mangsa menempel pada tentakel dengan penghadangan langsung (aliran air membawa partikel menabrak tentakel), dengan pemadatan inersia (momentum partikel yang padat membuatnya menyimpang dari aliran air dan menabrak tentakel), dan dengan gravitasi (gravitasi menyebabkan pertikel yang berat jatuh dan menabrak tentakel) (Sebens and Johnson, 1991).  Apa pun metode yang digunakan, mangsa dibawa ke mulut, lalu turun ke pharynx (kerongkongan), dan kemudian ke rongga gastrovascular untuk dicerna. 

Karang memiliki dua cara reproduksi: secara seksual dan aseksual.  Koloni karang memperbesar ukurannya dengan cara membiak.  Perkembangbiakan karang ini bisa dengan cara intratentakularDengan cara ini, karang-karang baru terbentuk dari lempeng oral polip dewasa, contohnya seperti pada jenis Diploria.  Cara yang lain adalah dengan ekstratentakular.  Dengan cara ini, polip baru terbentuk dari dasar polip dewasa, seperti yang terjadi pada Montastraea cavernosa.

Cara reproduksi karang aseksual yang umum terjadi adalah dengan fragmentasi.  Pecahan-pecahan karang yang mendarat pada subtract yang sesuai dapat tumbuh dan membangun koloni baru.  Cara reproduksi ini umum terjadi pada jenis karang yang bercabang seperti Acropora cervicornis.  Dalam reproduksi jenis ini terdapat hubungan yang positif antara ukuran pecahan karang dan kemampuannya untuk bertahan hidup.

Ada banyak jenis karang yang mengalami masa pemijahan.  Dalam periode 24 jam, seluruh karang yang sejenis dan sering kali jenis dalam suatu genus (marga) melepaskan telur dan spermanya pada saat yang bersamaan.  Hal ini terjadi pada jenis dalam satu marga Montastraea, dan dalam genera lain seperti Montipora, Platygra, Favia, dan Favites (Wallace, 1994).  Dalam beberapa jenis dalam marga Montastraea dan Acropora, telur dan sperma dilepaskan dalam semacam kantung.  Telur dan sperma ini melayang dan mengapung ke permukaan untuk memisahkan diri dan kemudian pembuahan (fertilisasi) terjadi.  Pertemuan intraspesies umum terjadi, namun pemijahan dalam saat yang bersamaan tersebut meningkatkan kemungkinan hibridisasi jenis dalam marga yang sama (congeneric) (Wallace, 1994).  Zigot yang berkembang menjadi larva yang disebut sebagai planula.  Planula ini kemudian menempelkan dirinya pada substrat yang sesuai dan tumbuh berkembang menjadi koloni yang baru.

Ada sebagian jenis karang melahirkan larvanya.  Sperma karang tersebut membuahi sel telur sebelum keduanya dilepaskan dari karang induk.  Larva kemudian melayang ke atas, menempel pada substrat, dan menjadi koloni yang lain.  Jenis Acropora merupakan jenis karang yang melepaskan larva yang telah dibuahi.

Zooxanthellae

Zooxanthellae adalah alga bersel tunggal berwarna kuning kecoklatan (dinoflagellate) yang hidup bersimbiosis dalam gastrodermis (“perut”) karang pembangun terumbu (Goreau et al. 1979).  Unsur hara yang dipasok oleh zooxanthellae yang memungkinkan karang tersebut tumbuh dan berkembang biak dan menghasilkan terumbu.  Zooxanthellae menyediakan makanan bagi karang dalam bentuk hasil fotosintesa.  Sebagai imbalannya karang memberikan perlindungan dan akses kepada cahaya matahari bagi zooxanthellae.

Karena kebutuhannya akan cahaya matahari, karang yang mengandung zooxanthellae hanya hidup di perairan laut yang dangkal, dengan kedalaman kurang dari 100 meter (Goreau et al., 1979).  Karang juga hanya dapat hidup dalam air dengan suhu di atas 20o Celsius dan hanya dapat hidup dengan salinitas.

Tadinya, seluruh zooxanthellae dianggap satu spesies yang sama, yaitu Symbiodinium microadriaticum (Rowan and Powers, 1991).  Namun demikian baru-baru ini zooxanthellae dari sejumlah karang ditemukan masuk ke dalam setidaknya 10 taksa alga yang berbeda.  Yang menarik, zooxanthellae yang hidup dalam karang dalam satu marga tidak selalu berhubungan satu sama lain, dan zooxanthellae yang ditemukan dalam jenis koral dalam satu marga (Rowan and Powers, 1991).  Hal ini mengungkapkan bahwa evolusi karang dan zooxanthellae tidak terjadi pada lintas waktu yang berhubungan secara permanen.  Tetapi kombinasi simbiosis antara karang dan zooxanthellae yang membentuk proses evolusi, sehingga masing-masing dapat berevolusi secara terpisah.

Anatomi Terumbu Karang


Terumbu karang terdiri dari jenis-jenis karang yang sangat beragam.  Karang ini, terbentuk dari ribuan organisme kecil yang disebut polip.  Struktur polip dan kerangka karang sebetulnya merupakan gabungan dua struktur yang sederhana. Polip terdiri dari dua lapisan sel, yaitu epidermis dan gastrodermis.  Lapisan bukan jaringan antara gastrodermis dan epidermis disebut mesoglea.

Polip terdiri dari: filamen mesentery  yaitu suatu pembatas yang bentuknya membulat yang membagi badan menjadi beberapa bagian.  Polip ini terdiri dari nematocyst, yaitu semacam tentakel atau belalai beracun, yang digunakan untuk menangkap makanan, pharynx atau kerongkongan, lapisan horizontal dalam kerangka, dan colimella, yaitu sumbu utama corallite yang terdapat di bawah mulut.  Corallite adalah bagian dari kerangka yang dimiliki oleh satu polip.  Dinding kerangka di sekitar polip disebut theca. 

Elemen pembentuk polip yang lain adalah calice, yaitu bukaan pada corallite, coenosarc (jaringan karang yang membentang dipermukaan koral antara polip, coenosteum (bahan kerangka di sekeliling corallites, dan corallum, yaitu kerangka karang.  Anatomi karang juga termasuk lempengan kapur (calcareous) yang disebut sebagai septa.  Septa ini meligkar membentuk dinding pusat corallite.  Ada dua jenis septa, yaitu: septa bagian dalam (insert septa) yang terletak di bawah dinding corallite dan septa bagian luar (exsert septa) yang mencuat ke atas dinding corallite.

Karang terdiri dari dua jenis, yaitu karang lunak dan karang keras.  Karang tumbuh menjadi bentuk yang beragam.  Karang dapat berbentuk membulat dengan rongga di dalamnya (placoid) seperti Tubastrea coccinea (karang cawan jingga) dan Favia fragum (berbentuk bola yang berlekuk).  Karang ada pula yang meandroid, yaitu meliuk.  Dalam bentukan ini corallite membangun rangkaian dalam dinding yang sama seperti dalam jenis Dendrogyra cylindrus (karang kolom). Yang lain tumbuh menjadi bentuk kepompong, bola (spheroid), dan phalecoid seperti pada Eusmilia fastigiata.

Terumbu Karang 2

Terumbu karang merupakan kelompok kehidupan (komunitas) yang paling produktif dan paling beraneka ragam di muka Bumi ini dan banyak dijumpai di laut tropis yang hangat, jernih, dan dangkal.  Terumbu karang memiliki fungsi yang beragam mulai dari sebagai penyedia makanan dan tempat tinggal bagi bermacam ikan dan invertebrata hingga melindungi pesisir dari erosi.  Melalui simbiosis dengan alga bersel tunggal (zooxanthellae), karang pembangun terumbu merupakan sumber produksi primer dalam komunitas terumbu karang (Richmond 1993).  Organisme karang yang hidup dalam terumbu mengeluarkan senyawa yang secara biologis aktif memiliki kegiatan penangkal mikroba dan virus (Van Alstyne and Paul 1988).  Senyawa ini penting bagi sumber alami obat-obatan.  Selain itu, para wisatawan yang datang dan melihat keindahan terumbu karang merupakan sumber matapencaharian yang penting bagi masyarakat yang tinggal di sekitar terumbu karang.  Sayangnya, sejalan dengan peningkatan pemahaman kita akan karang dan terumbu karang, secara drastis pengaruh negatif populasi manusia terhadap komunitas terumbu karang meningkat pula.

Secara ilmiah, karang pembangun terumbu (atau karang hermatypic) masuk dalam Orde Scleratinia dalam kelas Anthozoa dari filum Cnidaria.  Di dunia, ada sekitas 6000 jenis yang masuk dalam kelas Anthozoa, yang ke semuanya merupakan jenis dari laut (marine) (Pechenik 1991).  Terumbu karang di wilayah barat Pasifik, termasuk Indonesia dan tentunya wilayah-wilayah Pangkajene Kepulauan, Selayar, Buton, Wakatobi, Padaido, Raja Ampat dan Sikka, memiliki keanekaan yang jauh lebih tinggi dibandingkan dengan terumbu karang yang hidup di wilayah samudera Atlantik dan Karibia.  Perairan Samudra Pasifik memiliki 75% lebih banyak genera dan 85% lebih banyak jenis karang (Wilkinson 1987). Terumbu terbangun dari kalsium karbonat yang dihasilkan oleh polip karang.  Meskipun merupakan arsitek utama bangunan terumbu, karang bukan satu-satunya elemen pembangun terumbu karang.  Alga corraline melekatkan berbagai macam karang satu sama lain dengan senyawa kalsium, dan organisme lain seperti cacing dan moluska menyumbangkan kerangkanya yang keras (Cousteau 1985).  Bersama-sama, berbagai organisme tersebut membangun berbagai jenis bentuk terumbu karang.  Terumbu merupakan struktur yang penting di daerah tropis.  Terumbu inilah yang memicu terbentuknya pulau dan mengubah garis pantai (Goreau et al. 1979).
Suatu koloni karang bisa terdiri dari ribuan polip.  Polip pada umumnya bersifat karnivora dan mencari makan dengan merentangkan belalainya (tentakel) untuk menangkap partikel yang melayang dalam air.  Namun demikian alga yang disebut sebagai zooxanthellae dan hidup bersimbiosis dengan polip karang tersebut berperan penting sebagai sumber nutrisi bagi karang hermatypic tersebut (Rowan dan Powers 1991).  Karang berkembang biak secara seksual maupun aseksual.  Suatu koloni koral yang berukuran besar diameternya, mungkin saja berasal dari satu polip yang sama.

Karena sebagian besar organisme terumbu karang hanya dapat hidup dalam kondisi lingkungan terbatas, terumbu karang sangat peka terhadap perubahan kondisi lingkungan (Richmond 1993).  Karang sangat rentan terhadap penyakit dan pemutihan (bleaching).  Kondisi alam yang dramatis, seperti topan badai, dapat merusak terumbu karang.  Selain itu, banyak sekali masalah terhadap terumbu karang disebabkan oleh kegiatan manusia, secara langsung dan tidak langsung.  Karena perannya yang penting secara ekologis dan secara ekonomi, pemahaman akan tekanan dan ancaman terhadap terumbu karang sangat diperlukan.  Untungnya, ancaman dan kerusakan terhadap terumbu karang yang disebabkan oleh manusia dapat ditanggulangi dan dicegah (Richmond 1993).

Terumbu Karang

Terumbu karang adalah sekumpulan hewan karang yang bersimbiosis dengan sejenis tumbuhan alga yang disebut zooxanhellae. Hewan karang bentuknya aneh, menyerupai batu dan mempunyai warna dan bentuk beraneka rupa. Hewan ini disebut polip, merupakan hewan pembentuk utama terumbu karang yang menghasilkan zat kapur. Polip-polip ini selama ribuan tahun membentuk terumbu karang. Zooxanthellae adalah suatu jenis algae yang bersimbiosis dalam jaringan karang. Zooxanthellae ini melakukan fotosintesis menghasilkan oksigen yang berguna untuk kehidupan hewan karang Di lain fihak, hewan karang memberikan tempat berlindung bagi zooxanthellae.

Dalam ekosistem terumbu karang ada karang yang keras dan lunak. Karang batu adalah karang yang keras disebabkan oleh adanya zat kapur yang dihasilkan oleh binatang karang. Melalui proses yang sangat lama, binatang karang yang kecil (polyp) membentuk kolobi karang yang kental, yang sebenarnya terdiri atas ribuan individu polyp. Karang batu ini menjadi pembentuk utama ekosistem terumbu karang. Walaupun terlihat sangat kuat dan kokoh, karang sebenarnya sangat rapuh, mudah hancur dan sangat rentan terhadap perubahan lingkungan.

Terumbu karang merupakan ekosistem yang amat peka dan sensitif sekali. Jangankan dirusak, diambil sebuah saja, maka rusaklah keutuhannya. Ini dikarenakan kehidupan di terumbu karang di dasari oleh hubungan saling tergantung antara ribuan makhluk. Rantai makanan adalah salah satu dari bentuk hubungan tersebut. Tidak cuma itu proses terciptanya pun tidak mudah. Terumbu karang membutuhkan waktu berjuta tahun hingga dapat tercipta secara utuh dan indah. Dan yang ada di perairan Indonesia saat ini paling tidak mulai terbentuk sejak 450 juta tahun silam. Sebagai ekosistem terumbu karang sangat kompleks dan produkstif dan keanekaraman jenis biota yang amat tinggi. Variasi bentuk pertumbuhannya di Indonesia sangat kompleks dan luas sehingga bisa ditumbuhi oleh jenis biota lain.

Ekosistim ini adalah ekosistim daerah tropis yang memiliki keunikan dan keindahan yang khas yang pemanfaatannya harus secara lestari. Ekosistim terumbu karang ini umumnya terdapat pada perairan yang relatif dangkal dan jernih serta suhunya hangat (lebih dari 22 derjat celcius) dan memiliki kadar karbonat yang tinggi. Binatang karang hidup dengan baik pada perairan tropis dan sub tropis serta jernih karena cahaya matahari harus dapat menembus hingga dasar perairan. Sinar matahari diperlukan untuk proses fotosintesis, sedangkan kadar kapur yang tinggi diperlukan untuk membentuk kerangka hewan penyusun karang dan biota lainnya. Indonesia yang terletak di sepanjang garis khatulistiwa, mempunyai terumbu karang terluas di dunia yang tersebar mulai dari Sabang- Aceh sampai ke Irian Jaya. Dengan jumlah penduduk lebih dari 212 juta jiwa, 60 % penduduk Indonesia tinggal di daerah pesisir, maka terumbu karang merupakan tumpuan sumber penghidupan utama.


Disamping sebagai sumber perikanan, terumbu karang memberikan penghasilan antara lain bagi dunia industri ikan hias, terumbu karang juga merupakan sumber devisa bagi negara, termasuk usaha pariwisata yang dikelola oleh masyarakat setempat dan para pengusaha pariwisata bahari.

Penyakit

Ada empat kondisi karang yang diidentifikasi sebagai penyakit.  Ke empat kondisi tersebut adalah penyakit sabuk putih (white band disease –WBD), penyakit sabuk hitam (black band disease –BBD), infeksi oleh bakteri, dan reaksi menutup (Richmond 1993).  Selain itu karang juga rentan terhadap tumor dan cacing parasit.  Penyakit-penyakit tersebut berkaitan dengan tekanan (stress) yang dialami karang.  Tekanan yang ditimbulkan manusia (antropogenik) dapat meningkatkan kerentanan karang terhadap penyakit-penyakit tersebut.

1. Penyakit sabuk putih dan penyakit sabuk hitam
Penyakit seperti BBD dan WBD mematikan jaringan karang saat penyakit tersebut menjadi parah dalam “sabuk”di sekeliling karang dan meninggalkan kerangka karang yang berwarna putih.  Edmunds (1991) menyatakan bahwa BBD yang disebabkan oleh cyanophyte (sejenis tumbuhan parasit) Phormidium corallyticum, mungkin berperan dalam memelihara keanekaan karang karena BBD jenis ini yang paling sering terjadi dalam jenis karang yang membentuk koloni yang besar serta membentuk kerangka bagi terumbu.  Saat BBD mematikan bagian dari koloni tersebut, kerangka yang ditinggalkan dapat menjadi tempat yang dapat dikoloni oleh jenis karang yang lain yang baru tumbuh.  Namun demikian, setelah kurang lebih 25 bulan, tidak ada lagi karang baru di antara karang yang terkena penyakit BBD (Edmunds 1991).
Penyakit sabuk putih (WBD) yang diyakini disebabkan oleh bakteri pathogen yang belum diketahui, memiliki pengaruh yang sama terhadap karang, dengan meninggalkan kerangka karang berwarna putih yang mati.  Gladfelter (1982) tidak melihat WBD memberikan manfaat bagi terumbu karang.  Gladfelter berpendapat bahwa WBD menghancurkan struktur terumbu karena kerangka koral yang mati yang dibawa alga kemudian dikoloni oleh alga, invertebrata, jenis-jenis siput, dan spons cloinid yang membuat lubang, yang kesemuanya melemahkan kerangka karang.  Sehingga kerangka karang menjadi rapuh dan patah saat badai terjadi.  Situasi ini juga dapat terjadi pada BBD.

Cara penyakit ini menular sejauh ini secara pasti belum diketahui.  Meskipun karang yang sehat bisa mendapatkan BBD melalui kontak dengan karang yang terinfeksi, karang yang berpenyakit tidak dapat berkumpul secara alami dalam terumbu dan bisa terpisah dalam jarak yang cukup jauh.  Dengan demikian, dapat disimpulkan bahwa BBD dapat tersebar dengan bantuan arus melalui trichomes yang terlepas dari koloni yang terinfeksi dan mendarat pada koloni yang lain (Edmunds 1991).

Karang yang berada dalam tekanan cenderung untuk terkena penyakit, dan BBD memiliki laju infeksi yang lebih tinggi di perairan yang lebih hangat.  Dengan demikian, suhu musiman akan berpengaruh pada penyebaran BBD.  Selain itu, segala cara pemanasan perairan yang disebabkan manusia (antropogenik) dapat meningkatkan kemungkinan BBD.  BBD juga didapati lebih banyak di sekitar gangguan yang disebabkan manusia.  Namun demikian, WBD sejauh ini didapati tidak berkaitan dengan gangguan manusia (Gladfelter 1982).

2. Penyakit karena bakteri dan patogen lain
Karang bisa pula ditulari penyakit secara tidak langsung.  Penyakit yang menyerang penghuni terumbu karang yang lin dapat mempengaruhi ekologi karang.  Pada tahun 1993,  pathogen yang baru ditemukan diperkirakan mempengaruhi alga coralline di Samudera Pasifik (Littler and Littler 1995).  Patogen ini meninggalkan kerangka alga coralline yang berwarna putih saat penyakit ini berkembang dalam sabuk yang berwarna jingga (oranye), menghancurkan alganya.  Alga coralline membantu komunitas terumbu karang dengan melekatkan pasir, pecahan karang, dan sisa yang lain menjadi substrat keras guna pertumbuhan koloni karang yang baru.  Selain itu, alga ini juga menyerap energi gelombang dalam lingkaran terluar terumbu yang dapat dapat mengerosi garis pantai (Littler and Littler 1995).

Penyakit lain yang dapat mematikan karang secara tidak langsung adalah penyakit yang menyerang teripang Diadema antillarum yang hidup dalam terumbu karang (Lessions 1988).  Teripang berfungsi sebagai pemakan alga yang dapat menutup karang dan sebagai pembersih karang secara biologis saat teripang makan di atas karang (Lessions 1988).

3. Pemutihan Karang (Coral Bleaching)
Pemutihan karang terjadi karena hilangnya zooxanthellae yang hidup bersimbiosis dalam jaringan polip.  Hilangnya zooxanthellae ini membuka kalsium karbonat koloni karang yang berwarna putih.  Secara alami, karang akan kehilangan zooxanthellaenya dalam jumlah kurang dari 0.1% selama proses perkembangbiakan dan pergantian (Brown and Ogden, 1993).  Namun demikian, pengaruh negatif di lingkungan terumbu karang dapat memicu peningkatan jumlah zooxanthellae yang hilang.  Ada sejumlah tekanan atau perubahan lingkungan yang dapat menyebabkan proses pemutihan ini.  Perubahan dan tekanan tersebut mencakup penyakit, kurangnya sinar matahari yang berlebihan, peningkatan tingkat radiasi ultraviolet, sedimenasi, polusi, perubahan salinitas, dan peningkatan suhu.

Tergantung lokasinya, karang bisa hidup dalam rentang suhu yang sangat terbatas, yaitu 25 derajat Celsius hingga 29 derajat Celsius.  Karang mengalami pemutihan karena karang bereaksi terhadap perubahan suhu dalam waktu yang lama dan bukan terhadap suhu yang naik-turun dalam waktu yang singkat.  Percobaan di laboratorium menunjukkan bahwa karang memutih saat air mencapai suhu 32 derajat Celsius secara konstan (Brown and Ogden, 1993).

Sejumlah percobaan menunjukkan bahwa peningkatan sinar ultra violet menyebabkan pemutihan karang.  Sinar ultra violet yang dialami oleh karang dapat meningkat dalam air yang tenang.  Jumlah mycosprine—yaitu asam amino yang ada dalam jaringan karang—membantu menentukan seberapa banyak sinar ultra violet yang didapat tanpa mengalami pemutihan (Gleason, 1993).

Mekanisme bagaimana karang memutih atau apa yang memicu proses pemutihan tersebut sejauh ini belum diketahui.  Namun demikian, ada sejumlah hipotesis yang mencoba menjawab pertanyaan ini.  Percobaan di laboratorium menunjukkan bahwa zooxanthellae dilepaskan ke perut polip dan kemudian dikeluarkan dari polip melalui mulutnya (Brown and Ogden, 1993).  Tetapi, kondisi ini belum pernah teramati di alam.  Hipotesis yang lain adalah bahwa karang yang berada dalam tekanan memberi makanan yang lebih sedikit bagi alda sehingga alga tersebut meninggalkan polip.  Dalam kondisi tertekan alga mungkin menghasilkan racun oksida yang dapat mempengaruhi polip.