Acropora cervicornis
Family : Acroporidae
Genus : Acropora
Spesies : Acropora cervicornis
Kedalaman : Karang ini banyak dijumpai hidup pada kedalaman 3-15 meter.
Ciri-ciri : Koloni dapat terhampar sampai beberapa meter, Koloni arborescens, tersusun dari cabang-cabang yang silindris. Koralit berbentuk pipa. Aksial koralit dapat dibedakan.
Warna : Coklat muda.
Kemiripan : A. prolifera, A. formosa.
Distribusi : Perairan Indonesia, Jamaika, dan Kep. Cayman..
Habitat : Lereng karang bagian tengah dan atas, juga perairan lagun yang jernih.
Acropora elegantula
Family : Acroporidae
Genus : Acropora
Spesies : Acropora elegantula
Kedalaman : Karang ini banyak dijumpai hidup pada kedalaman 3-15 meter.
Ciri-ciri : Koloni korimbosa seperti semak. Cabang horisontal tipis dan menyebar. Aksial koralitnya jelas.
Warna : Abu-abu dengan warna ujungnya muda.
Kemiripan : A. aculeus, dan A. elseyi.
Distribusi : Perairan Indonesia, Srilanka.
Habitat : Fringing reefs yang dangkal.
Acropora acuminata
Family : Acroporidae
Genus : Acropora
Spesies : Acropora acuminata
Kedalaman : Karang ini banyak dijumpai hidup pada kedalaman 3-15 meter.
Ciri-ciri : Koloni bercabang. Ujung cabangnya lancip. Koralit mempunyai 2 ukuran.
Warna : Biru muda atau coklat.
Kemiripan : A. hoeksemai, A abrotanoides.
Distribusi : Perairan Indonesia, Solomon, Australia, Papua New Guinea dan Philipina.Habitat : Pada bagian atas atau bawah lereng karang yang jernih atau pun keruh.
Genus : Acropora
Spesies : Acropora acuminata
Kedalaman : Karang ini banyak dijumpai hidup pada kedalaman 3-15 meter.
Ciri-ciri : Koloni bercabang. Ujung cabangnya lancip. Koralit mempunyai 2 ukuran.
Warna : Biru muda atau coklat.
Kemiripan : A. hoeksemai, A abrotanoides.
Distribusi : Perairan Indonesia, Solomon, Australia, Papua New Guinea dan Philipina.Habitat : Pada bagian atas atau bawah lereng karang yang jernih atau pun keruh.
Acropora micropthalma
Family : Acroporidae
Genus : Acropora
Spesies : Acropora micropthalma
Kedalaman : Karang ini banyak dijumpai hidup pada kedalaman 3-15 meter.
Ciri-ciri : Koloni bisa mencapai 2 meter luasnya dan hanya terdiri dari satu spesies. Radial koralit kecil, berjumlah banyak dan ukurannya sama.
Warna : Abu-abu muda, kadang coklat muda atau krem.
Kemiripan : A. copiosa, A. Parilis, A. Horrida, A. Vaughani, dan A. exquisita.
Distribusi : Perairan Indonesia, Solomon, Australia, Papua New Guinea.Habitat : Reef slope bagian atas, perairan keruh dan lagun berpasir.
Genus : Acropora
Spesies : Acropora micropthalma
Kedalaman : Karang ini banyak dijumpai hidup pada kedalaman 3-15 meter.
Ciri-ciri : Koloni bisa mencapai 2 meter luasnya dan hanya terdiri dari satu spesies. Radial koralit kecil, berjumlah banyak dan ukurannya sama.
Warna : Abu-abu muda, kadang coklat muda atau krem.
Kemiripan : A. copiosa, A. Parilis, A. Horrida, A. Vaughani, dan A. exquisita.
Distribusi : Perairan Indonesia, Solomon, Australia, Papua New Guinea.Habitat : Reef slope bagian atas, perairan keruh dan lagun berpasir.
Acropora millepora
Family : Acroporidae
Genus : Acropora
Spesies : Acropora millepora
Kedalaman : Karang ini banyak dijumpai hidup pada kedalaman 3-15 meter.
Ciri-ciri : Koloni berupa korimbosa berbentuk bantalan dengan cabang pendek yang seragam. Aksial koralit terpisah. Radial koralit tersusun rapat.
Warna : Umumnya berwarna hijau, orange, merah muda, dan biru.
Kemiripan : Sepintas karang ini mirip dengan A. convexa, A. prostrata, A. aspera dan A. pulchra.
Distribusi : Tersebar dari Perairan Indonesia, Philipina dan Australia.Habitat : Karang ini umumnya banyak hidup di perairan yang dangkal.
Genus : Acropora
Spesies : Acropora millepora
Kedalaman : Karang ini banyak dijumpai hidup pada kedalaman 3-15 meter.
Ciri-ciri : Koloni berupa korimbosa berbentuk bantalan dengan cabang pendek yang seragam. Aksial koralit terpisah. Radial koralit tersusun rapat.
Warna : Umumnya berwarna hijau, orange, merah muda, dan biru.
Kemiripan : Sepintas karang ini mirip dengan A. convexa, A. prostrata, A. aspera dan A. pulchra.
Distribusi : Tersebar dari Perairan Indonesia, Philipina dan Australia.Habitat : Karang ini umumnya banyak hidup di perairan yang dangkal.
Acropora rosaria
Family : Acroporidae
Genus : Acropora
Spesies : Acropora rosaria
Kedalaman : Karang ini banyak dijumpai hidup pada kedalaman 3-15 meter.
Ciri-ciri : koloni seperti semak, cabang utama mempunyai cabang sekunder, aksial koralit besar dan berbentuk kubah tetapi tidak panjang. Radial koralit seperti kantung dan semua koralit mempunyai dinding tebal.
Warna : Umumnya berwarna krem, coklat, biru dan merah muda.
Kemiripan : Sepintas karang ini mirip dengan A. loripes.
Distribusi : Tersebar dari Perairan Indonesia, Philipina, Papua New Guinea dan Australia.
Habitat : Karang ini umumnya banyak hidup di perairan dangkal.
Genus : Acropora
Spesies : Acropora rosaria
Kedalaman : Karang ini banyak dijumpai hidup pada kedalaman 3-15 meter.
Ciri-ciri : koloni seperti semak, cabang utama mempunyai cabang sekunder, aksial koralit besar dan berbentuk kubah tetapi tidak panjang. Radial koralit seperti kantung dan semua koralit mempunyai dinding tebal.
Warna : Umumnya berwarna krem, coklat, biru dan merah muda.
Kemiripan : Sepintas karang ini mirip dengan A. loripes.
Distribusi : Tersebar dari Perairan Indonesia, Philipina, Papua New Guinea dan Australia.
Habitat : Karang ini umumnya banyak hidup di perairan dangkal.
Acropora latistella
Family : Acroporidae
Genus : Acropora
Spesies : Acropora latistella
Kedalaman : Karang ini banyak dijumpai hidup pada kedalaman 3-15 meter.
Ciri-ciri : Koloni berbentuk korimbosa atau bergumpal. Aksial koralit biasanya terpisah. Radial koralit melingkar. Tentakel biasanya setiap hari bertambah panjang.
Warna : Umumnya berwarna krem, keabu-abuan, coklat, hijau dan kuning.
Kemiripan : Sepintas karang ini mirip dengan A. subulata, A. valid, A. nana dan A. dendrum.
Distribusi : Tersebar dari Perairan Indonesia, Philipina, Papua New Guinea dan Australia.Habitat : Karang ini umumnya banyak hidup di perairan dangkal.
Genus : Acropora
Spesies : Acropora latistella
Kedalaman : Karang ini banyak dijumpai hidup pada kedalaman 3-15 meter.
Ciri-ciri : Koloni berbentuk korimbosa atau bergumpal. Aksial koralit biasanya terpisah. Radial koralit melingkar. Tentakel biasanya setiap hari bertambah panjang.
Warna : Umumnya berwarna krem, keabu-abuan, coklat, hijau dan kuning.
Kemiripan : Sepintas karang ini mirip dengan A. subulata, A. valid, A. nana dan A. dendrum.
Distribusi : Tersebar dari Perairan Indonesia, Philipina, Papua New Guinea dan Australia.Habitat : Karang ini umumnya banyak hidup di perairan dangkal.
Acropora tenuis
Family : Acroporidae
Genus : Acropora
Spesies : Acropora tenuis
Kedalaman : Karang ini banyak dijumpai hidup pada kedalaman 3-15 meter.
Ciri-ciri : koloni merupakan corymbosa clumps, aksial koralit panjang dan tubular, radial koralit tersusun rapi dan memiliki bibir flaring.
Warna : Umumnya berwarna kuning, krem, hijau dan biru.
Kemiripan : Sepintas karang ini mirip dengan A. vermiculata, A. selago dan A. Pulchra.
Distribusi : Tersebar dari Perairan Indonesia, Philipina, Papua New Guinea dan Australia.
Habitat : Karang ini umumnya banyak hidup di daerah reef slopes dan goba yang dangkal.
Genus : Acropora
Spesies : Acropora tenuis
Kedalaman : Karang ini banyak dijumpai hidup pada kedalaman 3-15 meter.
Ciri-ciri : koloni merupakan corymbosa clumps, aksial koralit panjang dan tubular, radial koralit tersusun rapi dan memiliki bibir flaring.
Warna : Umumnya berwarna kuning, krem, hijau dan biru.
Kemiripan : Sepintas karang ini mirip dengan A. vermiculata, A. selago dan A. Pulchra.
Distribusi : Tersebar dari Perairan Indonesia, Philipina, Papua New Guinea dan Australia.
Habitat : Karang ini umumnya banyak hidup di daerah reef slopes dan goba yang dangkal.
Montipora foliosa
Family : Acroporidae
Genus : Montipora
Spesies : Montipora foliosa
Kedalaman : Dijumpai pada kedalaman 2 - 6 meter.
Ciri-ciri : Koloni terdiri dari lembaran tipis dan seragam, kadang membentuk lingkaran berulir dan bertingkat. Koralit tersusun menurut baris diantara koenesteum.
Warna : Umumnya krem, merah muda, atau coklat dengan warna lebih pucat pada bagian luar.
Kemiripan : Mirip dengan M. aequituberculata, M. delicatula yang mempunyai lembaran lebih tipis, dan ukuran koralit lebih kecil.
Distribusi : Perairan Indonesia, Papua New Guinea, Filipina, Kep. Ryukyu-Jepang, dan Australia.Habitat : Karang ini dijumpai hidup di daerah goba dan daerah yang terlindung.
Genus : Montipora
Spesies : Montipora foliosa
Kedalaman : Dijumpai pada kedalaman 2 - 6 meter.
Ciri-ciri : Koloni terdiri dari lembaran tipis dan seragam, kadang membentuk lingkaran berulir dan bertingkat. Koralit tersusun menurut baris diantara koenesteum.
Warna : Umumnya krem, merah muda, atau coklat dengan warna lebih pucat pada bagian luar.
Kemiripan : Mirip dengan M. aequituberculata, M. delicatula yang mempunyai lembaran lebih tipis, dan ukuran koralit lebih kecil.
Distribusi : Perairan Indonesia, Papua New Guinea, Filipina, Kep. Ryukyu-Jepang, dan Australia.Habitat : Karang ini dijumpai hidup di daerah goba dan daerah yang terlindung.
Montipora crassituberculata
Family : Acroporidae
Genus : Montipora
Spesies : Montipora crassituberculata
Kedalaman : Karang ini banyak dijumpai hidup pada kedalaman 3-15 meter.
Ciri-ciri : koralit berbentuk submasif berbentuk seperti roda yang rata, koralit terbenam, teka dan koenosteum papila kedua-duanya tebal.
Warna : Umumnya berwarna coklat dan biru.
Kemiripan : Sepintas karang ini mirip dengan M. aequituberculata.
Distribusi : Tersebar dari Perairan Indonesia, dan Australia.
Habitat : Karang ini umumnya banyak hidup di perairan dangkal dan berarus deras.
Genus : Montipora
Spesies : Montipora crassituberculata
Kedalaman : Karang ini banyak dijumpai hidup pada kedalaman 3-15 meter.
Ciri-ciri : koralit berbentuk submasif berbentuk seperti roda yang rata, koralit terbenam, teka dan koenosteum papila kedua-duanya tebal.
Warna : Umumnya berwarna coklat dan biru.
Kemiripan : Sepintas karang ini mirip dengan M. aequituberculata.
Distribusi : Tersebar dari Perairan Indonesia, dan Australia.
Habitat : Karang ini umumnya banyak hidup di perairan dangkal dan berarus deras.
Montipora hispida
Family : Acroporidae
Genus : Montipora
Spesies : Montipora hispida
Kedalaman : Karang ini banyak dijumpai hidup pada kedalaman 3-15 meter.
Ciri-ciri : koloni submasif, laminar, kolumnar atau digitata atau kombinasi dari semuanya. Laminar dan digitata ditemukan di perairan keruh, submasif dan kolumnar di temukan di reef slope. Koralit tenggelam.
Warna : Umumnya berwarna coklat dan putih.
Kemiripan : Sepintas karang ini mirip dengan Montipora cactus, M. Gaimardi dan M. Grisea.
Distribusi : Tersebar dari Perairan Indonesia, Philipina, Papua New Guinea dan Australia.
Habitat : Karang ini umumnya banyak hidup di perairan dangkal dan berarus deras.
Genus : Montipora
Spesies : Montipora hispida
Kedalaman : Karang ini banyak dijumpai hidup pada kedalaman 3-15 meter.
Ciri-ciri : koloni submasif, laminar, kolumnar atau digitata atau kombinasi dari semuanya. Laminar dan digitata ditemukan di perairan keruh, submasif dan kolumnar di temukan di reef slope. Koralit tenggelam.
Warna : Umumnya berwarna coklat dan putih.
Kemiripan : Sepintas karang ini mirip dengan Montipora cactus, M. Gaimardi dan M. Grisea.
Distribusi : Tersebar dari Perairan Indonesia, Philipina, Papua New Guinea dan Australia.
Habitat : Karang ini umumnya banyak hidup di perairan dangkal dan berarus deras.
Montipora informis
Family : Acroporidae
Genus : Montipora
Spesies : Montipora informis
Kedalaman : Karang ini banyak dijumpai hidup pada kedalaman 5-15 meter
Ciri-ciri : koloni ada yang masif sampai yang berkerak. Koralit terdistribusi dan terbenam. Koenosteum tertutup dengan papila yang memiliki panjang seragam.
Warna : Umumnya berwarna bintik coklat dan bintik putih.
Kemiripan : Sepintas karang ini mirip dengan M. efflorescens dan M. corbettensis.
Distribusi : Tersebar dari Perairan Indonesia, dan Australia.
Habitat : Karang ini umumnya banyak hidup di perairan dangkal dan berarus deras.
Genus : Montipora
Spesies : Montipora informis
Kedalaman : Karang ini banyak dijumpai hidup pada kedalaman 5-15 meter
Ciri-ciri : koloni ada yang masif sampai yang berkerak. Koralit terdistribusi dan terbenam. Koenosteum tertutup dengan papila yang memiliki panjang seragam.
Warna : Umumnya berwarna bintik coklat dan bintik putih.
Kemiripan : Sepintas karang ini mirip dengan M. efflorescens dan M. corbettensis.
Distribusi : Tersebar dari Perairan Indonesia, dan Australia.
Habitat : Karang ini umumnya banyak hidup di perairan dangkal dan berarus deras.
Acropora loripes
Family : Acroporidae
Genus : Acropora
Spesies : Acropora loripes
Kedalaman : Karang ini dijumpai hidup pada kedalaman 2 - 6 meter.
Ciri-ciri : Koloni karang ini bentuknya beragam. Radial koralit dan aksial koralit berbentuk bundar, dinding tebal. Seluruh koralit berbentuk bulat dan permukaannya halus.
Warna : Umumnya berwarna biru muda, atau coklat. Aksial koralit biasanya berwarna putih.
Kemiripan : Mirip dengan A. rosaria, A. appressa, A. caroliniana dan A. granulosa.
Distribusi : Tersebar di perairan Indonesia, Australia, Papua New Guinea, dan Kep. Calamian-Filipina. Habitat : Karang ini dijumpai hidup di daerah reef slope bagian atas.
Genus : Acropora
Spesies : Acropora loripes
Kedalaman : Karang ini dijumpai hidup pada kedalaman 2 - 6 meter.
Ciri-ciri : Koloni karang ini bentuknya beragam. Radial koralit dan aksial koralit berbentuk bundar, dinding tebal. Seluruh koralit berbentuk bulat dan permukaannya halus.
Warna : Umumnya berwarna biru muda, atau coklat. Aksial koralit biasanya berwarna putih.
Kemiripan : Mirip dengan A. rosaria, A. appressa, A. caroliniana dan A. granulosa.
Distribusi : Tersebar di perairan Indonesia, Australia, Papua New Guinea, dan Kep. Calamian-Filipina. Habitat : Karang ini dijumpai hidup di daerah reef slope bagian atas.
Acropora nasuta
Genus : Acropora
Spesies : Acropora nasuta
Kedalaman : Karang ini banyak
dijumpai hidup pada kedalaman 3-15 meter.
Ciri-ciri : Koloni korimbosa
dengan banyak cabang yang runcing dan memanjang. Aksial koralit seperti pipa.
Radial koralit berbaris dengan rapi.
Warna : Krem atau coklat muda dengan ujung cabang
berwarna biru.
Kemiripan : A. cerealis, A. Valida, A. Latistella dan A.
subulata.
Distribusi : Perairan Indonesia,
Philipina, Solomon, Australia, Papua New Guinea, Jepang, Madagaskar, Tanzania
dan Mesir.
Habitat : Lereng karang bagian atas.Acropora macrostoma
Genus : Acropora
Spesies : Acropora macrostoma
Kedalaman : Karang ini banyak
dijumpai hidup pada kedalaman 3-15 meter.
Ciri-ciri : koloni korimbosa
yang berbentuk plat ukuranya bisamencapai 1 meter. Cabang runcing panjangnya
sampai 15 milimeter. Aksia koralit berbentuk pipa. Radial koralit ukurannya
beragam.
Warna : Abu-abu, merah muda atau biru.
Kemiripan : A. microclados dan A. lamarcki.
Distribusi : Perairan Indonesia,
Philipina dan Papua New Guinea.
Habitat : Lereng karang bagian atas.
Acropora kimbeensis
Family : Acroporidae
Genus : Acropora
Spesies : Acropora kimbeensis
Kedalaman : Karang ini banyak
dijumpai hidup pada kedalaman 3-15 meter.
Ciri-ciri : Koloni seperti
semak. Cabangnya runcing dan menghadap ke atas. Aksial koralit kecil. Radial
koralit berbentuk pipa.
Warna : Kuning, krem atau biru..
Kemiripan : A. cerealis dan
A. parilis.
Distribusi : Perairan Indonesia,
Philipina, Australia, dan Papua New Guinea.
Habitat : Lagun dan lereng karang bagian atas.
Ancaman Terhadap Terumbu Karang
Karang dan terumbu karang merupakan komunitas yang sangat peka. Sedikit saja perubahan di lingkungan terumbu dapat menyebabkan pengaruh yang buruk terhadap kondisi kesehatan seluruh koloni karang. Perubahan ini bisa disebabkan oleh berbagai faktor, namun pada umumnya penyebab perubahan ini masuk ke dalam dua kategori: gangguan alami dan gangguan karena kegiatan manusia. Meskipun perubahan alami bisa menyebabkan perubahan yang drastis dalam komunitas karang, gangguan yang disebabkan oleh kegiatan manusia umumnya menyebabkan turunnya luasan tutupan karang serta kondisi kesehatan koloni karang saat terumbu karang dan manusia hidup bersama-sama pada tempat yang sama.
Salah satu ancaman terbesar bagi terumbu karang adalah peningkatan populasi manusia terutama di wilayah pesisir dan pembangunan fisik. Sejalan dengan pembangunan fisik yang mengubah bentang alam, jumlah aliran permukaan air tawar terus meningkat. Aliran air dari daratan ini membawa sedimen dalam jumlah besar, nutrien dalam kadar yang tinggi yang berasal dari daerah pertanian atau sistem pembuangan, selain juga bahan pencemar lain seperti produk bahan bakar minyak atau insektisida. Sedimenasi yang langsung menutup terumbu karang atau peningkatan kekeruhan karena penyuburan (eutrofikasi), menurunkan jumlah cahaya yang mencapai karang yang dapat menyebabkan pemutihan (Brown and Ogden 1993). Selain itu peningkatan jumlah nutrien mendorong pertumbuhan organisme karang yang lain seperti spons yang dapat mengalahkan karang dalam kompetisi untuk mendapatkan ruang hidup di terumbu karang yang padat.
A. Ancaman yang bersifat antropogenik (disebabkan oleh manusia)
Manusia secara aktif menghancurkan ekosistem terumbu karang di Bumi ini. Terumbu karang ditangkap ikannya secara berlebihan, diracun, tersekap dalam sedimenasi, dan tercekik oleh alga yang tumbuh subur karena limpasan air permukaan berunsur hara tinggi. Terumbu karang juga rusak karena kegiatan pariwisata yang sembarangan dan sangat tertekan oleh pemanasan suhu laut. Sekitar 58% terumbu karang di dunia dilaporkan terancam oleh kegiatan manusia. Secara umum ancaman terhadap terumbu karang yang disebabkan oleh kegiatan manusia adalah sebagai berikut:
1. Kemiskinan dan peningkatan populasi manusia
Ancaman utama terhadap terumbu karang adalah kemiskinan fisik dan pengetahuan serta populasi manusia yang terus meningkat. Terumbu karang telah mendukung jutaan kehidupan manusia di dunia. Tapi untuk berapa lama? Bila populasi manusia terus meningkat dan praktek penangkapan serta perlakuan kita terhadap terumbu karang tidak berubah, terumbu karang sebagai sumberdaya alam dan sumber makanan kita tentu tidak dapat lagi memenuhi kebutuhan kita.
2. Kegiatan konstruksi dan pengerukan
Kegiatan pembangunan fisik di sepanjang pesisir, bahkan di daerah hulu, seringkali dilaksanakan dengan mengeruk dan menghancurkan terumbu karang yang hidup. Kegiatan konstruksi sering menyebabkan peningkatan sedimenasi dan siltasi. Usaha pengambilan karang dan pembangunan perkotaan dan yang lain, seperti pengembangan usaha pariwisata besar-besaran merupakan ancaman terbesar bagi terumbu karang.
3. Sedimentasi
Deforestasi, pertambangan atau pertanian di daerah hulu dan penebangan hutan tropis menyebabkan peningkatan jumlah sedimen secara dramatis dan tanah dan sedimen tersebut terbawa ke perairan pesisir dan menuju terumbu karang. Lumpur, pasir, dan sedimen lain dapat menyebabkan keruhnya air dan menyekap karang sehingga karang tidak mendapatkan cukup cahaya matahari untuk hidupnya.
4. Polusi air dan pembuangan sampah
Pertanian dengan cara tebas-bakar dan menggunaan pupuk yang berlebih merupakan penyebab peningkatan aliran nutrien bagi perairan dengan terumbu karang. Buangan manusia juga mengalir ke arah perairan pesisir dan menyebabkan cepatnya pertumbuhan alga yang dapat mencekik polip karang, yang lebih lanjut dapat menghentikan aliran cahaya matahari dan oksigen. Sampah yang dibuang langsung ke perairan juga dapat mematikan terumbu karang yang hidup. Oleh sejumlah organisme, kantong plastik sering dikira ubur-ubur. Penyu dan sejumlah ikan kemudian menelan kantong tersebut dan arena mereka tidak bisa mencerna plastik, kantong lalu menghalangi saluran pencernaannya dan menyebabkan hewan-hewan tadi mati kelaparan.
5. Penangkapan ikan yang berlebih
Karena turunnya hasil tangkapan, para nelayan terpaksa mengubah cara penangkapannya untuk mendapatkan ikan dalam jumlah cukup untuk memenuhi kebutuhannya. Di beberapa tempat kondisi ini memicu para nelayan untuk menggunakan penangkapan ikan dengan menggunakan jaring dengan lubang yang lebih kecil yang dapat menangkap ikan berukuran yang lebih kecil dan belum dewasa. Di beberapa tempat di dunia, para penangkap ikan menggunakan bahan peledak atau racun yang telah menjadi kebiasaan buruk. Kegiatan peledakan atau peracunan tersebut tidak saja membunuh ikan yang ada disekitarnya, tetapi juga kegiatan itu merusak terumbu karang yang menjadi tempat hidupnya ikan dan organisme lainnya.
6. Penangkapan ikan menggunakan bom (bahan peledak)
Terumbu karang sering diledakan untuk menangkap ikan yang berukuran kecil. Meskipun melanggar hukum, praktek ini masih banyak dilakukan di banyak negara di dunia, termasuk Indonesia. Peledakan untuk menangkap ikan ini merupakan ancaman besar bagi terumbu karang. Cara menangkap ikan yang merusak ini menggunakan botol yang diisi bahan peledak yang terbuat dari potassium nitrat (sejenis pupuk kimia yang mudah didapat). Peledak tersebut menyebabkan gelombang kejut di bawah permukaan air yang dapat merobek gelembung renang ikan sehingga ikan-ikan tersebut mengapung di permukaan dan penangkapikan dengan mudah mengumpulkannya. Cara ini tidak hanya ikan yang terbunuh, tetapi juga hewan-hewan yang tinggal di terumbu karang lainnya yang tidak dapat dimakan. Seringkali suatu kompleks terumbu karang diledakkan dua kali. Yang pertama untuk mematikan ikan-ikan kecil, yang selanjutnya untuk mematikan ikan pemangsa yang lebih besar yang tertarik oleh ledakan yang pertama.
Namun kerusakan yang paling parah adalah rusaknya terumbu karang itu sendiri karena ledakan. Ledakan ini menyebabkan wilayah di sekeliling terumbu karang menjadi onggokan puing yang mati. Terumbu karang tidak dapat kembali hidup dengan cepat, hal ini karena larva yang hidup kesulitan untuk mendapatkan tempat yang sesuai sebagai pijakannya di puing-puing tersebut. Selanjutnya, ikan dan hewan lain tidak lagi memiliki tempat untuk mencari makan dan berkembang biak, sehingga hewan-hewan tersebut tidak dapat lagi tumbuh dan berkembang biak.
7. Penangkapan ikan dengan racun sianida untuk akuarium
Para nelayan penangkap ikan sering menggunakan potassium sianida dan racun yang lain untuk mengagetkan dan menangkap ikan karang yang bernilai ekonomi tinggi. Penangkap ikan tersebut menyelam dan menyemprotkan larutan sianida dari botol secara langsung pada ikan yang sedang berada di atas karang. Ikan yang terkagetkan tersebut sering melarikan diri ke celah-celah terumbu karang dan penangkap ikan harus membongkar terumbu karang untuk mendapatkan mangsanya yang telah lumpuh. Cara ini tidak saja melumpuhkan dan meracuni ikan tetapi juga mematikan polip karang dan hewan lain di sekitarnya. Terumbu karang yang terkena racun sianida awalnya akan membentuk lendir hitam, setelah itu terumbu karang tersebut akan mati.
Cara ini dgunakan untuk menangkap ikan tropis bagi akuarium atau ikan yang bernilai ekonomi tinggi seperti ikan Napoleon (Napoleon wrasse) atau ikan kerapu untuk rumah makan yang menyediakan ikan hidup. Tentu saja, tidak semua ikan yang dilumpuhkan dapat hidup. Dapat dikatakan 40% ikan hasil tangkapan dengan cara ini mati sebelum mencapai akuarium. Kegiatan ekspor hewan karang ini dilarang undang-undang, tetapi praktek ini masih banyak terjadi. Menurut Interpol, imbalan keuangan perdagangan hidupan liar dan hasil hidupan liar yang ilegal menempati ranking ke dua setelah obat bius.
Sejumlah ikan seperti kudalaut sangat sulit untuk dipelihara di akuarium dan tingkat kematiannya sangat tinggi. Memelihara ikan hias laut merupakan kegemaran banyak orang. Tetapi sebetulnya para pemilik akuarium ikan hias laut seharusnya memiliki pengetahuan yang cukup untuk dapat memilah-milah mana jenis ikan yang layak ditanam di akuarium, mana jenis yang langka atau hampir punah dan dilindungi, serta mana jenis ikan yang seharusnya dibiarkan saja hidup di terumbu karang.
8. Pemanfaatan bagi obat-obatan tradisional
Di banyak negara di Asia, mengkonsumsi produk laut tertentu diyakini dapat meningkatkan kemampuan seksual. Sejumlah jenis hewan laut, seperti contohnya kudalaut, dikeringkan dan digunakan untuk obat-obatan seperti ini. Setidaknya sekitar 20 juta ekor kudalaut kering diperdagangkan di dunia tahun 1995, sebagian besarnya digunakan untuk obat-obatan tradisional.
Sup sirip hiu adalah makanan yang banyak disajikan dalam perayaan karena dianggap sebagai makanan yang istimewa, terutama di Asia. Sebagian percaya bahwa sirip hiu merupakan aprodisiak, yaitu obat yang dapat meningkatkan rangsangan seksual. Tetapi saat ini sup sirip hiu bukan merupakan makanan yang langka. Kini sup tersebut telah dikonsumsi dalam jumlah yang banyak dan bahkan bisa didapati sebagai makanan kaleng!Biasanya hiu ditangkap dengan pancing, begitu mengena, diambil dan siripnya dipotong. Hiu yang masih hidup tersebut tanpa sirip sehingga tidak dapat berenang dan mati dimakan hiu atau hewan yang lain.
9. Tambak ikan dan udang
Ancaman lain terhadap ekosistem yang terkait dengan terumbu karang adalah daerah mangrove di pesisir dan padang lamun, yang merupakan daerah pemijahan ikan. Daerah tersebut sering diubah pemanfaatannya menjadi tambak udang dan ikan. Di Delta Mahakam, Kalimantan Timur, tutupan mangrove dan nipah diubah fungsinya menjadi tambak udang dengan kecepatan sekitar 34 hektar per hari! Karena mangrove dan padang lamun biasanya berfungsi sebagai saringan sedimen, dengan konversi mangrove menjadi tambak ini sedimen akan meningkat dan yang mencapai terumbu karang dapat merusak terumbu karang tersebut.
10. Pariwisata
Saat kita memegang, menendang, berjalan, atau mengumpulkan karang, kita juga menjadi penyebab kerusakan terumbu karang. Perahu, penyelaman, penangkapan ikan serta kegiatan rekreasi lain di daerah terumbu karang yang dilakukan secara ceroboh dapat menyebabkan rusaknya terumbu karang tersebut. Di sejumlah pulau, pusat rekreasi atau resort menggunakan bahan peledak untuk membangun jalan lalu bagi perahu-perahunya. Bila tidak ada buoy, jangkar yang mengikat perahu diturunkan dapat menghancurkan karang. Para wisatawan seringkali memberi makan ikan karang. Meskipun niatnya baik, kegiatan ini dapat mengubah perilaku makan ikan dan ikan-ikan tersebut tidak lagi memakan alga yang ada di atas karang dan menyebabkan tercekiknya karang.
Karang juga sangat terkenal karena keindahannya sebagai pelengkap dekorasi. Seringkali, wisatawan yang datang ke daerah tropis yang dikelilingi oleh terumbu karang yang cantik, mereka ingin membawa tanda mata dan buah tangan ke rumahnya. Mereka sering mengambil karang atau membelinya dari toko-toko souvenir. Toko tersebut mendapatkan karangnya dari pengumpul karang komersial yang memilih koloni yang telah berkembang yang biasanya mahal harganya. Hal ini sangat merusak karena karang yang paling sehat dalam jumlah besar dipilih dan diambil untuk dijual.
Jangan membeli perhiasan yang terbuat dari cangkang penyu, cangkang kerang, keong, gambar dengan kudalaut yang dikeringkan, asbak dari kulit tiram, dan sebagainya. Binatang-binatang tersebut secara khusus ditangkap dengan jaring atau umpan. Sejumlah hewan seperti kerang raksasa (Tridacna) atau penyu laut merupakan hewan yang dilindungi undang-undang. Memiliki dan memakai perhiasan tersebut sebetulnya melanggar undang-undang.
11. Polusi air
Terumbu karang juga rusak karena kapal komersial maupun pribadi. Bocoran bahan bakar tertumpah ke perairan dan tumpahan minyak oleh tanker yang besar sangat merusak karang setempat. Jangkar perahu juga sangat merusak karang karena memecahkan dan menghancurkan seluruh koloni. Kapal besar yang merapat juga dapat menyebabkan bagian-bagian karang hancur. Selain itu, lapisan cat anti bocor yang digunakan sejumlah besar kapal menyebabkan terbentuknya konsentrasi racun dari kaleng tributyl dan beberapa senyawa kimia lain yang sangat berbahaya bagi karang dan jenis karang yang lain.
Minyak yang tumpah karena kebocoran kapal atau dari kegiatan pembersihan kapal mengapung di atas air dan mencemari daerah yang luas di laut. Produk minyak bumi dan bahan kimia lain yang dibuang dengan perairan pesisir lambat laun akan mencapai terumbu karang dan meracuni polip karang serta hidupan laut lainnya. Karena karang biasanya memijah dan menghasilkan gamet yang mengambang, bahan pencemar dan racun di permukaan dapat mempengaruhi reproduksi dan pembentukan karang di wilayah yang luas. Dengan demikian, harus dilakukan upaya-upaya pengurangan atau pencegahan tumpahan dan bocoran yang dapat menyebabkan kontaminasi kepada air.
Minyak dalam jumlah yang sama dapat menyebabkan kerusakan yang lebih tinggi di suatu tempat dibandingkan dengan tempat yang lain. Terumbu karang dan mangrove lebih peka terhadap tumpahan minyak dibandingkan dengan pantai berpasir atau padang lamun. Daerah pasang surut merupakan zona yang paling peka.
Di samping aliran air permukaan, buangan dari instalasi pengolahan air limbah (IPAL) dan instalasi pembangkit listrik berukuran besar sering menjadi penyebab kerusakan terumbu karang. IPAL meningkatkan kadar nutrisi di sekeliling pipa pembuangannya sedangkan instalasi pembangkit listrik mengubah suhu air karena membuang air yang sangat panas ke perairan pesisir. Namun pada dasarnya, secara umum, penyebab degradasi terumbu karang yang terus berlangsung adalah jumlah penduduk manusia yang terus meningkat.
12. Kurangnya kemauan kemauan politik
Meskipun banyak upaya dan pernyataan politis yang ditujukan untuk menghentikan penangkapan ikan yang melanggar hukum atau perdagangan ikan karang hidup, sedikit sekali kemauan politis serta insentif untuk melakukan upaya konservasi. Hal ini ditambah lagi sulitnya penegakan hukum yang sangat diperlukan bagi kelangsungan hidup terumbu karang yang sangat diperlukan oleh masyarakat.
B. Ancaman dari alam
Meskipun sebagian besar degradasi terumbu karang disebabkan oleh dampak kegiatan manusia, ada sejumlah gangguan alami yang menyebabkan kerusakan yang besar bagi terumbu karang. Yang paling dikenal adalah kejadian topan badai atau taifun yang menyebabkan gelombang yang sangat kuat di wilayah tropis. Gelombang badai tersebut menyebabkan pecahnya karang dan menyebarkan pecahan-pecahannya di sekitar terumbu karang. Setelah badai, karang yang pertumbuhannya lambat tersebut dapat dengan mudah dikalahkan pertumbuhannya oleh alga yang lebih cepat pertumbuhannya. Selain itu, badai umumnya diiringi hujan yang lebat yang menyebabkan peningkatan aliran permukaan dan sedimentasi.
Ancaman terhadap populasi karang yang lain adalah bintang laut berduri (Acanthaster planci). A. planci adalah bintang laut berukuran besar yang memakan karang dengan menempelkan perutnya pada karang untuk mencernakan lapisan jaringan hidupnya (Birkeland 1989). Pemangsa karang ini memiliki efek yang serius bagi populai karang di banyak tempat di Samudra Pasifik. Diduga, meledaknya populasi Acanthaster planci ini disebabkan oleh peningkatan pembangunan dan penyuburan (eutrofikasi) di suatu wilayah. Pemangsa yang salin seperti ikan dan gastropoda juga dikenal sebagai perusak koloni karang. Namun pengaruhnya terhadap populasi karang tidak separah A. Planci.
Salah satu ancaman terbesar bagi terumbu karang adalah peningkatan populasi manusia terutama di wilayah pesisir dan pembangunan fisik. Sejalan dengan pembangunan fisik yang mengubah bentang alam, jumlah aliran permukaan air tawar terus meningkat. Aliran air dari daratan ini membawa sedimen dalam jumlah besar, nutrien dalam kadar yang tinggi yang berasal dari daerah pertanian atau sistem pembuangan, selain juga bahan pencemar lain seperti produk bahan bakar minyak atau insektisida. Sedimenasi yang langsung menutup terumbu karang atau peningkatan kekeruhan karena penyuburan (eutrofikasi), menurunkan jumlah cahaya yang mencapai karang yang dapat menyebabkan pemutihan (Brown and Ogden 1993). Selain itu peningkatan jumlah nutrien mendorong pertumbuhan organisme karang yang lain seperti spons yang dapat mengalahkan karang dalam kompetisi untuk mendapatkan ruang hidup di terumbu karang yang padat.
A. Ancaman yang bersifat antropogenik (disebabkan oleh manusia)
Manusia secara aktif menghancurkan ekosistem terumbu karang di Bumi ini. Terumbu karang ditangkap ikannya secara berlebihan, diracun, tersekap dalam sedimenasi, dan tercekik oleh alga yang tumbuh subur karena limpasan air permukaan berunsur hara tinggi. Terumbu karang juga rusak karena kegiatan pariwisata yang sembarangan dan sangat tertekan oleh pemanasan suhu laut. Sekitar 58% terumbu karang di dunia dilaporkan terancam oleh kegiatan manusia. Secara umum ancaman terhadap terumbu karang yang disebabkan oleh kegiatan manusia adalah sebagai berikut:
1. Kemiskinan dan peningkatan populasi manusia
Ancaman utama terhadap terumbu karang adalah kemiskinan fisik dan pengetahuan serta populasi manusia yang terus meningkat. Terumbu karang telah mendukung jutaan kehidupan manusia di dunia. Tapi untuk berapa lama? Bila populasi manusia terus meningkat dan praktek penangkapan serta perlakuan kita terhadap terumbu karang tidak berubah, terumbu karang sebagai sumberdaya alam dan sumber makanan kita tentu tidak dapat lagi memenuhi kebutuhan kita.
2. Kegiatan konstruksi dan pengerukan
Kegiatan pembangunan fisik di sepanjang pesisir, bahkan di daerah hulu, seringkali dilaksanakan dengan mengeruk dan menghancurkan terumbu karang yang hidup. Kegiatan konstruksi sering menyebabkan peningkatan sedimenasi dan siltasi. Usaha pengambilan karang dan pembangunan perkotaan dan yang lain, seperti pengembangan usaha pariwisata besar-besaran merupakan ancaman terbesar bagi terumbu karang.
3. Sedimentasi
Deforestasi, pertambangan atau pertanian di daerah hulu dan penebangan hutan tropis menyebabkan peningkatan jumlah sedimen secara dramatis dan tanah dan sedimen tersebut terbawa ke perairan pesisir dan menuju terumbu karang. Lumpur, pasir, dan sedimen lain dapat menyebabkan keruhnya air dan menyekap karang sehingga karang tidak mendapatkan cukup cahaya matahari untuk hidupnya.
4. Polusi air dan pembuangan sampah
Pertanian dengan cara tebas-bakar dan menggunaan pupuk yang berlebih merupakan penyebab peningkatan aliran nutrien bagi perairan dengan terumbu karang. Buangan manusia juga mengalir ke arah perairan pesisir dan menyebabkan cepatnya pertumbuhan alga yang dapat mencekik polip karang, yang lebih lanjut dapat menghentikan aliran cahaya matahari dan oksigen. Sampah yang dibuang langsung ke perairan juga dapat mematikan terumbu karang yang hidup. Oleh sejumlah organisme, kantong plastik sering dikira ubur-ubur. Penyu dan sejumlah ikan kemudian menelan kantong tersebut dan arena mereka tidak bisa mencerna plastik, kantong lalu menghalangi saluran pencernaannya dan menyebabkan hewan-hewan tadi mati kelaparan.
5. Penangkapan ikan yang berlebih
Karena turunnya hasil tangkapan, para nelayan terpaksa mengubah cara penangkapannya untuk mendapatkan ikan dalam jumlah cukup untuk memenuhi kebutuhannya. Di beberapa tempat kondisi ini memicu para nelayan untuk menggunakan penangkapan ikan dengan menggunakan jaring dengan lubang yang lebih kecil yang dapat menangkap ikan berukuran yang lebih kecil dan belum dewasa. Di beberapa tempat di dunia, para penangkap ikan menggunakan bahan peledak atau racun yang telah menjadi kebiasaan buruk. Kegiatan peledakan atau peracunan tersebut tidak saja membunuh ikan yang ada disekitarnya, tetapi juga kegiatan itu merusak terumbu karang yang menjadi tempat hidupnya ikan dan organisme lainnya.
6. Penangkapan ikan menggunakan bom (bahan peledak)
Terumbu karang sering diledakan untuk menangkap ikan yang berukuran kecil. Meskipun melanggar hukum, praktek ini masih banyak dilakukan di banyak negara di dunia, termasuk Indonesia. Peledakan untuk menangkap ikan ini merupakan ancaman besar bagi terumbu karang. Cara menangkap ikan yang merusak ini menggunakan botol yang diisi bahan peledak yang terbuat dari potassium nitrat (sejenis pupuk kimia yang mudah didapat). Peledak tersebut menyebabkan gelombang kejut di bawah permukaan air yang dapat merobek gelembung renang ikan sehingga ikan-ikan tersebut mengapung di permukaan dan penangkapikan dengan mudah mengumpulkannya. Cara ini tidak hanya ikan yang terbunuh, tetapi juga hewan-hewan yang tinggal di terumbu karang lainnya yang tidak dapat dimakan. Seringkali suatu kompleks terumbu karang diledakkan dua kali. Yang pertama untuk mematikan ikan-ikan kecil, yang selanjutnya untuk mematikan ikan pemangsa yang lebih besar yang tertarik oleh ledakan yang pertama.
Namun kerusakan yang paling parah adalah rusaknya terumbu karang itu sendiri karena ledakan. Ledakan ini menyebabkan wilayah di sekeliling terumbu karang menjadi onggokan puing yang mati. Terumbu karang tidak dapat kembali hidup dengan cepat, hal ini karena larva yang hidup kesulitan untuk mendapatkan tempat yang sesuai sebagai pijakannya di puing-puing tersebut. Selanjutnya, ikan dan hewan lain tidak lagi memiliki tempat untuk mencari makan dan berkembang biak, sehingga hewan-hewan tersebut tidak dapat lagi tumbuh dan berkembang biak.
7. Penangkapan ikan dengan racun sianida untuk akuarium
Para nelayan penangkap ikan sering menggunakan potassium sianida dan racun yang lain untuk mengagetkan dan menangkap ikan karang yang bernilai ekonomi tinggi. Penangkap ikan tersebut menyelam dan menyemprotkan larutan sianida dari botol secara langsung pada ikan yang sedang berada di atas karang. Ikan yang terkagetkan tersebut sering melarikan diri ke celah-celah terumbu karang dan penangkap ikan harus membongkar terumbu karang untuk mendapatkan mangsanya yang telah lumpuh. Cara ini tidak saja melumpuhkan dan meracuni ikan tetapi juga mematikan polip karang dan hewan lain di sekitarnya. Terumbu karang yang terkena racun sianida awalnya akan membentuk lendir hitam, setelah itu terumbu karang tersebut akan mati.
Cara ini dgunakan untuk menangkap ikan tropis bagi akuarium atau ikan yang bernilai ekonomi tinggi seperti ikan Napoleon (Napoleon wrasse) atau ikan kerapu untuk rumah makan yang menyediakan ikan hidup. Tentu saja, tidak semua ikan yang dilumpuhkan dapat hidup. Dapat dikatakan 40% ikan hasil tangkapan dengan cara ini mati sebelum mencapai akuarium. Kegiatan ekspor hewan karang ini dilarang undang-undang, tetapi praktek ini masih banyak terjadi. Menurut Interpol, imbalan keuangan perdagangan hidupan liar dan hasil hidupan liar yang ilegal menempati ranking ke dua setelah obat bius.
Sejumlah ikan seperti kudalaut sangat sulit untuk dipelihara di akuarium dan tingkat kematiannya sangat tinggi. Memelihara ikan hias laut merupakan kegemaran banyak orang. Tetapi sebetulnya para pemilik akuarium ikan hias laut seharusnya memiliki pengetahuan yang cukup untuk dapat memilah-milah mana jenis ikan yang layak ditanam di akuarium, mana jenis yang langka atau hampir punah dan dilindungi, serta mana jenis ikan yang seharusnya dibiarkan saja hidup di terumbu karang.
8. Pemanfaatan bagi obat-obatan tradisional
Di banyak negara di Asia, mengkonsumsi produk laut tertentu diyakini dapat meningkatkan kemampuan seksual. Sejumlah jenis hewan laut, seperti contohnya kudalaut, dikeringkan dan digunakan untuk obat-obatan seperti ini. Setidaknya sekitar 20 juta ekor kudalaut kering diperdagangkan di dunia tahun 1995, sebagian besarnya digunakan untuk obat-obatan tradisional.
Sup sirip hiu adalah makanan yang banyak disajikan dalam perayaan karena dianggap sebagai makanan yang istimewa, terutama di Asia. Sebagian percaya bahwa sirip hiu merupakan aprodisiak, yaitu obat yang dapat meningkatkan rangsangan seksual. Tetapi saat ini sup sirip hiu bukan merupakan makanan yang langka. Kini sup tersebut telah dikonsumsi dalam jumlah yang banyak dan bahkan bisa didapati sebagai makanan kaleng!Biasanya hiu ditangkap dengan pancing, begitu mengena, diambil dan siripnya dipotong. Hiu yang masih hidup tersebut tanpa sirip sehingga tidak dapat berenang dan mati dimakan hiu atau hewan yang lain.
9. Tambak ikan dan udang
Ancaman lain terhadap ekosistem yang terkait dengan terumbu karang adalah daerah mangrove di pesisir dan padang lamun, yang merupakan daerah pemijahan ikan. Daerah tersebut sering diubah pemanfaatannya menjadi tambak udang dan ikan. Di Delta Mahakam, Kalimantan Timur, tutupan mangrove dan nipah diubah fungsinya menjadi tambak udang dengan kecepatan sekitar 34 hektar per hari! Karena mangrove dan padang lamun biasanya berfungsi sebagai saringan sedimen, dengan konversi mangrove menjadi tambak ini sedimen akan meningkat dan yang mencapai terumbu karang dapat merusak terumbu karang tersebut.
10. Pariwisata
Saat kita memegang, menendang, berjalan, atau mengumpulkan karang, kita juga menjadi penyebab kerusakan terumbu karang. Perahu, penyelaman, penangkapan ikan serta kegiatan rekreasi lain di daerah terumbu karang yang dilakukan secara ceroboh dapat menyebabkan rusaknya terumbu karang tersebut. Di sejumlah pulau, pusat rekreasi atau resort menggunakan bahan peledak untuk membangun jalan lalu bagi perahu-perahunya. Bila tidak ada buoy, jangkar yang mengikat perahu diturunkan dapat menghancurkan karang. Para wisatawan seringkali memberi makan ikan karang. Meskipun niatnya baik, kegiatan ini dapat mengubah perilaku makan ikan dan ikan-ikan tersebut tidak lagi memakan alga yang ada di atas karang dan menyebabkan tercekiknya karang.
Karang juga sangat terkenal karena keindahannya sebagai pelengkap dekorasi. Seringkali, wisatawan yang datang ke daerah tropis yang dikelilingi oleh terumbu karang yang cantik, mereka ingin membawa tanda mata dan buah tangan ke rumahnya. Mereka sering mengambil karang atau membelinya dari toko-toko souvenir. Toko tersebut mendapatkan karangnya dari pengumpul karang komersial yang memilih koloni yang telah berkembang yang biasanya mahal harganya. Hal ini sangat merusak karena karang yang paling sehat dalam jumlah besar dipilih dan diambil untuk dijual.
Jangan membeli perhiasan yang terbuat dari cangkang penyu, cangkang kerang, keong, gambar dengan kudalaut yang dikeringkan, asbak dari kulit tiram, dan sebagainya. Binatang-binatang tersebut secara khusus ditangkap dengan jaring atau umpan. Sejumlah hewan seperti kerang raksasa (Tridacna) atau penyu laut merupakan hewan yang dilindungi undang-undang. Memiliki dan memakai perhiasan tersebut sebetulnya melanggar undang-undang.
11. Polusi air
Terumbu karang juga rusak karena kapal komersial maupun pribadi. Bocoran bahan bakar tertumpah ke perairan dan tumpahan minyak oleh tanker yang besar sangat merusak karang setempat. Jangkar perahu juga sangat merusak karang karena memecahkan dan menghancurkan seluruh koloni. Kapal besar yang merapat juga dapat menyebabkan bagian-bagian karang hancur. Selain itu, lapisan cat anti bocor yang digunakan sejumlah besar kapal menyebabkan terbentuknya konsentrasi racun dari kaleng tributyl dan beberapa senyawa kimia lain yang sangat berbahaya bagi karang dan jenis karang yang lain.
Minyak yang tumpah karena kebocoran kapal atau dari kegiatan pembersihan kapal mengapung di atas air dan mencemari daerah yang luas di laut. Produk minyak bumi dan bahan kimia lain yang dibuang dengan perairan pesisir lambat laun akan mencapai terumbu karang dan meracuni polip karang serta hidupan laut lainnya. Karena karang biasanya memijah dan menghasilkan gamet yang mengambang, bahan pencemar dan racun di permukaan dapat mempengaruhi reproduksi dan pembentukan karang di wilayah yang luas. Dengan demikian, harus dilakukan upaya-upaya pengurangan atau pencegahan tumpahan dan bocoran yang dapat menyebabkan kontaminasi kepada air.
Minyak dalam jumlah yang sama dapat menyebabkan kerusakan yang lebih tinggi di suatu tempat dibandingkan dengan tempat yang lain. Terumbu karang dan mangrove lebih peka terhadap tumpahan minyak dibandingkan dengan pantai berpasir atau padang lamun. Daerah pasang surut merupakan zona yang paling peka.
Di samping aliran air permukaan, buangan dari instalasi pengolahan air limbah (IPAL) dan instalasi pembangkit listrik berukuran besar sering menjadi penyebab kerusakan terumbu karang. IPAL meningkatkan kadar nutrisi di sekeliling pipa pembuangannya sedangkan instalasi pembangkit listrik mengubah suhu air karena membuang air yang sangat panas ke perairan pesisir. Namun pada dasarnya, secara umum, penyebab degradasi terumbu karang yang terus berlangsung adalah jumlah penduduk manusia yang terus meningkat.
12. Kurangnya kemauan kemauan politik
Meskipun banyak upaya dan pernyataan politis yang ditujukan untuk menghentikan penangkapan ikan yang melanggar hukum atau perdagangan ikan karang hidup, sedikit sekali kemauan politis serta insentif untuk melakukan upaya konservasi. Hal ini ditambah lagi sulitnya penegakan hukum yang sangat diperlukan bagi kelangsungan hidup terumbu karang yang sangat diperlukan oleh masyarakat.
B. Ancaman dari alam
Meskipun sebagian besar degradasi terumbu karang disebabkan oleh dampak kegiatan manusia, ada sejumlah gangguan alami yang menyebabkan kerusakan yang besar bagi terumbu karang. Yang paling dikenal adalah kejadian topan badai atau taifun yang menyebabkan gelombang yang sangat kuat di wilayah tropis. Gelombang badai tersebut menyebabkan pecahnya karang dan menyebarkan pecahan-pecahannya di sekitar terumbu karang. Setelah badai, karang yang pertumbuhannya lambat tersebut dapat dengan mudah dikalahkan pertumbuhannya oleh alga yang lebih cepat pertumbuhannya. Selain itu, badai umumnya diiringi hujan yang lebat yang menyebabkan peningkatan aliran permukaan dan sedimentasi.
Ancaman terhadap populasi karang yang lain adalah bintang laut berduri (Acanthaster planci). A. planci adalah bintang laut berukuran besar yang memakan karang dengan menempelkan perutnya pada karang untuk mencernakan lapisan jaringan hidupnya (Birkeland 1989). Pemangsa karang ini memiliki efek yang serius bagi populai karang di banyak tempat di Samudra Pasifik. Diduga, meledaknya populasi Acanthaster planci ini disebabkan oleh peningkatan pembangunan dan penyuburan (eutrofikasi) di suatu wilayah. Pemangsa yang salin seperti ikan dan gastropoda juga dikenal sebagai perusak koloni karang. Namun pengaruhnya terhadap populasi karang tidak separah A. Planci.
Montipora venosa
Family : Acroporidae
Genus : Montipora
Spesies : Montipora venosa
Kedalaman : Dijumpai pada kedalaman 3-15 meter.
Ciri-ciri : Koloni masif. Tidak ada papila dan tuberculae.
Warna : Coklat muda atau biru.
Kemiripan : M. foveolata.
Distribusi : Perairan Indonesia, Papua New Guinea, Filipina, Madagaskar, Tanzania, Solomon dan Australia.
Habitat : Semua lingkungan parairan untuk karang..
Genus : Montipora
Spesies : Montipora venosa
Kedalaman : Dijumpai pada kedalaman 3-15 meter.
Ciri-ciri : Koloni masif. Tidak ada papila dan tuberculae.
Warna : Coklat muda atau biru.
Kemiripan : M. foveolata.
Distribusi : Perairan Indonesia, Papua New Guinea, Filipina, Madagaskar, Tanzania, Solomon dan Australia.
Habitat : Semua lingkungan parairan untuk karang..
BIOEKOLOGI TERUMBU KARANG
BIOEKOLOGI
TERUMBU KARANG
Oleh: Dedi Soedharma
Fakultas
Perikanan dan Ilmu Kelautan IPB
PENDAHULUAN
Terumbu karang merupakan
ekosistim laut dangkal yang sangat produktif jika dibandingkan dengan
ekosistim laut dangkal lainnya, seperti lamun dan mangrove. Sehingga dapat
memberikan kontribusi tambahan dan input energi bagi lingkungan perairan
disekitarnya. Kondisi ini memungkinkan biota laut lainnya memanfaatkan
kesuburan terumbu karang sebagai tempat hidup mencari makan dan berkembang biak
bagi ribuan jenis taksa seperti krustasea, moluska, holothuria, finfish, tumbuhan
laut bahkan mamalia laut turut menjadi penghuninya.
Komposisi
warna kombinasi antara bentuk berongga terumbu karang dengan ratusan jenis ikan
karang dan biota lainnya yang berwarna warni menjadikan pesona nan sangat indah,
baik untuk para ilmuwan dan orang awan.
Masyarakat pesisir telah lama memanfaatkan sumberdaya terumbu karang
sebagai tumpuan hidupnya baik hanya untuk
memenuhi kebutuhan hidup untuk kecukupan sumber pangan atau sebagai mata
pencaharian utama dengan melakukan pemanenan berbagai jenis biota laut dan
asosiasinya.
Makin
lama permintaan sumberdaya yang berasal dari komunitas terumbu karang tersebut makin
meningkat sesuai dengan kebutuhan dan permintaan pasar sehingga intensitas pemanenan makin tinggi ditambah dengan kekeliruan
menggunakan alat tangkap yang tidak
ramah lingkungan seperti bahan peledak,racun sianida dan peralatan lainnya yang non
selektif,sehingga menyebabkan kerusakan yang cukup parah bahkan di beberapa
daerah sering ditemukan pada lokasi
lokasi terumbu karang tertentu sudah sangat sulit untuk dipulihkan tanpa
bantuan upaya rehabilitasi oleh manusia.
PENGENALAN
KLASIFIKASI TERUMBU KARANG
Terumbu
karang adalah bentuk struktur massif yang terbentuk oleh hasil deposit batu
kapur (kalsium karbonat) dari organisme Coelenterata coral sebagai penghasil
kapur ditambah dengan ganggang laut berkapur seperti halimeda menjadikan kenyamanan organisme
lainnya turut memanfaatkan sebagai tempat hidup,mencari makan dan tempat
berkembang biak.
Biota
Coral merupakan pembentuk utama sebagai ”reef building corals” (hermatypic) adalah organisme yang tingkatannya masih
rendah tetapi mempunyai kemampuan untuk
bersimbiose dengan mikro alga zoooxanthellae”unicellular dinoflagelata sehingga
dapat mempercepat sepuluh kali lipat untuk menghasilkan kerangka kapur yang
tumbuh,dengan persyaratan terpenuhinya factor factor pembatas seperti
salinitas,temperature,kedalaman. Terumbu karang dapat ditemukan sejak dari permukaan daerah dangkal (1 sd 2
m) hingga 80 m terutama pada daerah laut
yang jernih.
Berbagai
bentuk koral ditentukan oleh struktur komponen kapur yang terbentuk,sehingga
ada yang berbentuk placeloid atau flabellate,plocoid,cerioid,meandroid, dan
hydnophoroid. Bentukan ,ukuran panjang,lebar dari bagian bagian struktur kapur
tersebut dikelompokan secara taksonomis sebagai kelompok ordo,famili,genus dan
spesies. Daril penelusuran
banyaknya jenis jenis koral di Indonesia dapat mencapai diatas 400 jenis dan dari sekitar 60 famili,sehingga
cukup menyulitkan bagi para taxonomis dalam menelusuri jenis jenis tersebut
secara mudah karena beberapa jenis tertentu seperti karang bercabang Acropora ada yang mirip antara jenis yang satu dengan jenis lainnya.
Pengenalan
jenis di lapangan sangat menentukan keberhasilan dalam mengkoleksi data baik
kwalitatif maupun kwantitatif,sehingga dicarikan metoda yang lebih sederhana
dengan mengenali bentuk kerangka(life form) yangtelah dikembangkan dengan baik oleh Australian Institut of Marine
Sciences(AIMS),dengan hanya mengenali model model bentuk karang bercabang
(branching ),karang masif(massif corals),karang soliter,berbentuk
meja(tabulate) dan berbentuk jamur(foliose). Metoda ini cukup memudahkan karena dengan tidak diperlukan mengenal jenis,kita
sudah dapat menentukan kondisi
penutupan terumbu karang pada
suatu areal tertentu, sehingga kesehatan suatu komunitas coral dapat
dikwantifikasikan dengan cukup cepat.
FUNGSI KOMUNITAS TERUMBU KARANG DALAM EKOSISTIM
Binatang karang dari kelompok penghasil kapur (hard
corals) dan yang tidak seperti kelompok karang lunak(soft corals) telah terbentuk sejak ratusan juta tahun lalu
yaitu sejak terbentuknya planet bumi dengan kondisi temperature laut yang
relative hangat.Dari hasil observasi di berbagai tempat di seluruh dunia
ternyata batu karang dapat ditemukan
diseluruh dunia baik pada daerah dingin seperti benua Eropah hingga ke daerah
tropis di kawasan Indofasifik terutama yang sudah dalam bentuk fosil baik di
dalam laut dipinggir pantai bahkan sampai di daerah pegunungan yang jauh dari
laut.Mengapa terjadi demikian?Karena
proses pembentukan daratan dan
lautan planet bumi kita telah mengalami
evolusi yang cukup panjang dalam skala jutaan tahun dengan sebaran temperatur perairan
yang berubah rubah,seperti di Benua Eropah terutama daratan Inggris ada saat
saat tertentu mengalami kondisi hangat sehingga memungkinkan karang pembentuk
kapur tumbuh dan berkembang menjadi terumbu karang seperti yang kita temukan seperti di daerah hangat tropis.
Pada saat ini
terumbu karang hanya hidup di daerah yang hangat seperti di laut tropis yang dibatasi garis
imaginer ekuator antara 20 derajat lintang Utara dan Lintang Selatan,yaitu
sejak dari garis nol derajat dari
sekitar Barat Laut jazirah Arab di Timur Tengah,Barat Daya Lautan Hindia
disekitar P. Madagaskar, terus ke kawasan Pantai India,China sampai
Korea,Perairan Indonesia, Phillipina hingga ke daerah Selatan Jepang, Daerah
Australia di Great Barrier Reef , terus
ke pulau pulau di Pacifik Barat sampai
di New Caledonia daerah Pacifik Selatan Palao, Tahiti, Hawai hingga mencapai di daerah Karibia dan Brazilia
di samudera Atlantik.Walaupun demikian
luas sebarannya ternyata ada beberapa
daerah tropis yang tidak berkembang seperti di pantai Barat Afrika dan pantai Timur dan Selatan Amerika Latin karena
adanya pengaruh aliran arus dingin yang muncul ke permukaan di daerah menjadi
Upwelling.
Sebagai komunitas yang terlindung dan subur menjadikan
kenyamanan untuk hidup berbagai jenis organisme dari ratusan jenis
taksa organisme dari yang
seperti; bakteri,jamur, plankton,cacing laut,sponge teripang dan
moluska,krustasea sebagai binatang yang tidak bertulang belakang hingga biota yang bertulang belakang seperti ikan
,reptil dan penyu laut, bahkan mamalia laut seperti
duyung.Kehidupan dengan keragman yang sangat
tinggi tersebut menjadikan ekosistim terumbu karang sebagai salah satu
sumber megadiversiti di laut tropis, sama halnya seperti hutan tropis yang ada
di kita.
Terdapatnya berbagai sediaan sumber hayati terutama ikan
moluska dan krustasea,teripang dan rumput laut menjadikan kawasan ini menjadi
tumpuan hidup untuk usaha masyarakat
pantai terutama dari etnis Melayu, Bugis, Makasar, Maluku, Buton Bajau dan suku2 pesisir di Pesisir Papua.
Pada saat ini bisnis pemanfaatan sumberdaya dari biota
terumbu karang sudah berkembang seperti kegiatan industri mutiara,perdagangan
dan budidaya abalone,pembesaran lobster/udang karang,budidaya rumput laut dan
kegiatan budidaya ikan karang seperti
berbagai jenis kerapu, dan sunu.
Indonesia saat ini merupakan salah satu Negara pengexport
karang hias terbesar di dunia melalui prosedur perdagangan CITES dengan
kisaran antara 1,5 sd 2 juta piece per
tahun yang diambil dari lokasi lokasi di sekitar Lampung , P Seribu, Karimun
Jawa, Madura, Bali dan NTB,dan dari Sulawesi Selatan.
SUMBERDAYA TERUMBU KARANG
Sumberdaya terumbu karang merupakan bagian yang penting
yang bisa dimanfaatkan secara ekonomis baik sumberdaya hayati dari berbagai
jenis biota laut yang hidup atau berasosiasi dengan terumbu karang atau
dalam bentuk jasa lingkungan yang secara ekologis memberikan kenyamanan
terhadap lingkungan bawah air sebagai penghasil oksigen yang dikeluarkan oleh
micro alga zooxanthellae dan jasa lingkungan sebagai panorama bawah air yang
indah,pantai pasir yang putih serta kenyamanan tempat tinggal masyarakat pantai
dari angin dan ombak yang keras.Terumbu karang sebagai pelindung dan penghalang
datangnya arus dan gelombang yang besar dari tengah laut.Manfaat lainnya sumberdaya
terumbu karang adalah sebagai berikut:
1. Sebagai Penghasil Sumberdaya Hayati.
Sebagai penghasil sumberdaya hayati terutama ikan dan
biota laut karang lainnya dengan
berbagai ukuran dari beberapa cm hingga 70 sd 80 cm merupakan sumberdaya penting
yang bisa dimanfaatkan menjadi komoditi penghasil protein hewani .Kelompok ikan
karang ini berdasarkan kegunaannya dapat di manfaatkan sebagai ikan konsumsi
untuk kebutuhan dimakan dan ikan karang sebagai ornamental fish sebagai ikan
akuarium .Kedua jenis kebutuhan tersebut makin lama cenderung makin tinggi
sehinga bisnis perdagangan ikan karang hidup untuk pasokan pasar
Hongkong,Singapur dan Taiwan makin berkembang terutama jenis kerapu dan
sunu,sedangkan pasar ikan hias laut banyak dikirimkan ke Singapura,Amerika dan
Eropah. Ikan ekor kuning(Caesio sp)merupakan komoditi ikan yang penting yang
diangkap disekitar karang hidup dengan jarring muro ami. Armada penangkapnya
berbasis di P Seribu dengan daerah operasi dari Natuna ,Bangka Belitung,Karimun
Jawa, Bawean hingga ke Kangean di Madura. Singapura merupakan pasar utama terutama pada saat tahun baru china
permintaannya meningkat.
2.Sebagai Sumber Karang Hias Laut
Karang hias laut merupakan bagian perdagangan coral hidup
yang menarik karena harganya cukup menarik untuk pasaran internasional. Ratusan
jenis karang hias bercabang, masif dan karang soliter dipasarkan ke Eropah seperti ke Inggris,Perancis,Italy Jerman ,dan
ke Amerika Serikat. Kebutuhan akan karang hias makin meningkat terutama setelah Philipina
menghentikan exportt karang hidup,Indonesia menjadi pengexport terbesar karang
hias laut.Karang hias tersebut merupakan komoditi perdagangan khusus karena
harus ditentukan kwotanya setiap tahun. Pada saat ini lebih dari 20 perusaaan
exportir karang hias yang tergabung pada Asosiasi Karang,kerang dan Ikan Hias
Indonesia(AKKII)
3. Teripang dan Rumput Laut
Teripang dan rumput laut merupakan komoditi penting
lainnya yang dipanen di perairan terumbu
karang.Dua komoditi ini mempunyai nilai ekonomisyang tinggi untuk memasok kebutuhan
dalam dan luar negeri(export).Teripang dikumpulkan dari alam yang saat ini
populasi jenisnya terutama teripang pasir sudah sangat menurun,dikhawatirkan
stok di alam telah mulai menurun, sedangkan teknologi budidayanya belumberhasil
baik terutama untuk mendapatkan benih yang siap tebar di laut,sedangkan rumput
laut dari jenis Euchema cotonii merupakan komoditi unggulan untuk masyarakat
pantai, kebutuhannya saat ini makin
meningkat baik untuk pasar dalam dan
luar negeri.
4. Industri Kerang Mutiara.
Bahan baku industri kerang mutiara yaitu induk dan benih
berasal dari daerah terumbu karang sehingga keberadaan terumbu karang sangat
menentukan pasokan stok induk dan benih dari alam. Pada saat ini pasokan benih
dan stok induk bisa juga dihasilkan dari hasil pembenihan dan pembesaran sampai ukuran itertentu untuk
dipakai sebagai sediaan brood stok. Sumber induk ada yang dari alam sedangkan
anakan atau benih berasal dari hasil pemijahan di pembenihan.Pemilihan induk dari alam juga sering berdasarkan
pertimbangan warna mutiara yang akan dihasilkan,apakah menginginkan berwarna emas,pink,,putih
kebiruan atau warna warna lainnya.
5. Wisata Bahari
Wisata bahari mengunjungi obyek terumbu karang merupakan bagian yang penting
pada aktifitas wisata laut tropis .Keunggulan lankap bawah air dengan panorama
yang indah menjadikan setiap orang ingin terjun dan menikmati
keindahannya.Cukup dengan bermodalkan atau sewa masker dan snorkel kita bisa
menikmati keindahan bawah air tersebut.Kegiatan wisata bawah air merupakan
pilihan penting di Bali saat ini dimana mereka sudah merasa jenuh kalau hanya
mengunjungi objek objek di darat.Kegiatan ini dari tahun ke tahun terus
meningkat yang ditandai dengan maraknya paket wisata laut yang banyak menawarkan kursus singkat menyelam..Daerah yang paling
diminati di Bali untuk panorama bawah air adalah pulau Nusa Penida karena
disana telah disediakan fasilitas berupa
pontoon yang dibangun di kawasan terumbu karang sebagai shelter bagi para turis
untuk terjun ke air.Bagi para pencinta menyelam terumbu karang akan menjadi
pilihan utama dimanapun di tempat tempat
yang akan mereka kunjungi sebagai
spot lokasi penyelaman.
BIOPROSPEKTING
BAHAN OBAT OBATAN.
Bahan obat obatan yang sekarang sudah menjadi obat modern
berasal dari berbagai sumber daya alam terutama sumberdaya hayati hasil
explorasi di habitat alami terestrial pada lahan daratan,masyarakat di pedesaan
telah memanfaatkan bahan obat obatan tersebut secara turun temurun sebagai obat
tradisional untuk mengobati berbagai penyakit seperti anti pembengkakan,sakit
kepala,diare,malaria,bahkan penyakit yang disebabkan oleh bakteri dan jamu
dll.Pengetahuan masyarakat tersebut ternyata telah banyak diangkat menjadi obat
obatan modern dikemas dalam kemasan modern dan telah mengalami pengujian secara
klinis di pabrik obat obatan modern di negara berkembang seperti Amerika,
Eropah.
Dalam dekade terakhir laut merupakan daerah perburuan
penting sebagai sumber obat obatan modern terutama melakukan explorasi di
habitat terumbu karang Yang banyak dihuni oleh berbagai biota yang berpotensi
sebagai bahan obat obatan dari laut seperti rumput laut,nudibranch,gastropoda,spons,karang
lunak dsb.
Hasil Penelitian team IPB terhadap
jenis jenis spons dan karang lunak sudah ada beberapa jenis yang
potensial bisa di teliti lebih lanjut sebagai bahan obat obatan terutama yang
mengandung terpenoid.
DEGRADASI TERUMBU KARAN DAN PENANGGULANGANNYA
Ekosistim terumbu karang merupakan ekosistim laut dangkal
dimana sebaran terumbu karang selalu mengikuti keberadaan pulau pulau ya ng terisolasi di tengah laut serta berada
pada daerah landasan kontinen dangkal sejak dari tepi pantai hingga kedalaman
tertentu. Lokasi lokasi khusus juga bisa ditemukan terutama pada daerah dangkal
gosong di tengah laut seperti banyak ditemukan di sekitar p Seribu Teluk
Jakarta,P Banyak , Taman Nasional Takabonerate dan Taman Nasional Wakatobi di
Sulawesi Tenggara. Hamparan coral bawah
laut tersebut bisa sambung menyambung dengan luasan yang cukup besar mencapai puluhan kilometer persegi seperti diTaman
Nasional Wakatobi.
Keberadaan terumbu karang memudahkan untuk dijangkau
masyarakat pantai sehingga sering
masyarakat suku Bajau di Sul. Tenggara sangat terkait kehidupannya
kepada sumberdaya terumbu karang mereka
tinggal di tengah laut pada pulau pulau karang yang terpencil.
Mengapa terjadi kerusakan terumbu karang? Dari hasil
observasi team sosial COREMAP(……..) ternyata penyebab utama adalah keserakahan
manusia yang ingin mudahnya saja mendapatkan sumberdaya ikan dengan menggunakan
bahan peledak dan bahan racun ikan(potassium sianida).Kerusakan yang disebabkan
oleh bahan peledak yang daya ledaknya tinggi bisa meninggalkan lubang yang
cukup dalam serta memporakporandakan
struktur terumbu karang,sedangkan kerusakan yang ditimbulkan oleh racun
sianida lebih kepada kerusakan komunitas renik biotanya termasuk larva larva
ikan dan terumbu karang.
Pencemaran perairan merupakan bagian yang penting pada
ekosistim terumbu karang terutama polutan yang berasal dari daratan seperti
sedimentasi Lumpur,bahan organik dari sampah perkotaan,serta leaching nutrient dari kegiatan pertanian di daerah
hulu.Kelebihan nutrient tersebut menyebabkan munculnya komunitas alga laut yang
mengokupasi substrat dasar.Pada saat ini telah terjadi expansi alga laut
terebut di Teluk Jakarta dan di sekitar kepulauan Spermonde Sulawesi Selatan.
Upaya Penanggulangan
Penanggulangan untuk mengurangi kerusakan diharapkan dapat memulihkan kembali kondisi
lingkungan terumbu karang diperlukan langkah langkah pengendalian kerusakan
langsung yang terkait dengan kegiatan ekstrasi sumberdaya seperti penangkapan
ikan karang,penyadaran masyarakat serta
penyediaan lapangan kerja yang memadai,serta pendidikan keterampilan
,dan penegakan hukum .Konsep pemulihan dengan model tersebut diatas memerlukan
dana yang besar serta waktu yang lama. Sasaran proyek Coremap saat ini dalam
implementasinya lebih kepada pemberdayaan masyarakat local dan melakukan
pengawasan pada daerah daerah yang diperuntukan sebagai kawasan perlindungan.
Teknologi Rehabilitasi dan Pengkayaan Habitat(habitat enrichment)
Penciptaan Terumbu Buatan.
Terumbu buatan (artificial reef )merupakan teknologi
pilihan yang telah berhasil menciptakan habitat baru memperkaya keanekaragaman
hayati terumbu karang .Berbagai model telah dikembangkan menjadikan kita bisa
memilih yang paling cocok apakah menggunakan kongkrete blok semen,bioreef,ban
bekas dan bahan dari pvc paralon.
Trasplantasi karang.
Teknologi rehabilitasi yang relative baru di Indonesia
bahkan di dunia adalah upaya mempercepat terjadinya komunitas terumbu karang
dengan menggunakan tehnik pemotongan(cutting) bagian bagian yang hidup
dipindahkan ke tempat yang lain untuk
menjadikan komunitas baru.Dari hasil temuan riset dan plot plot demosite dengan
berbagai jenis karang yang ditransplantasikan ternyata karang bercabang cukup
cepat pertumbuhannya dibandingkan dengan karang tidak bercabang.rata rata jenis
acropora antara 0,5 s/d 1,5 cm per bulan.
Tehnik transplantasi sebagai pilihan untuk mendapatkan
individu baru mempunyai prospek yang
baik sebagai pilihan yang bisa disosialisasikan kepada masyarakat
pesisir dalam rangka penyediaan stok karang yang diperdagangkan. Pada saat ini sedang disusun pedoman
transplantasi karang oleh Ditjen PHKA sebagai Management Authority untuk perdagangan coral melalui procedure
CITES.
Cara Makan
Karang mendapatkan makanannya dengan berbagai cara. Karang pembangun terumbu mengandalkan pasokan
makanannya pada produk fotosintesa yang dilakukan oleh zooxanthellae. Produk hasil fotosintesa ini adalah bagian
terbesar dari nutrien yang didapatkan karang.
Selain dari hasil fotosintesa zooxanthellae, karang juga menangkap
zooplankton yang berlalu di sekitarnya untuk makanannya. Karang merupakan pemangsa suspensi, artinya,
karang tidak langsung mencerna makanannya pada saat mendapatkan pakan.
Ada dua cara yang digunakan karang untuk menangkap
mangsanya. Yang pertama adalah dengan
menangkap dengan nematocyct yang lengket, dan yang lain dengan perangkap lendir
(Sebens and Johnson, 1991). Nematocyst
pada tentakel dan dan filamen mesentarial digunakan untuk menyengat mangsa dan
membawanya ke mulutnya. Sejumlah karang
memerangkap mangsanya dengan lendir yang lengket pada tentakelnya dan
memasukkan mangsa tersebut ke mulutnya dengan cilia dan lendir. Ukuran mangsa tergantung pada besarnya polip
(Sebens and Johnson, 1991).
Sebagian karang mencari makan pada malam hari. Hal ini mungkin disebabkan karena zooplankton
bergerak ke arah kolom air pada malam hari.
Tentakel yang tergulung (tersimpan) di siang hari juga membantu karang
dalam menghindari pemangsa, membuatnya terlindung dari sinar ultra violet, dan
menghindari terlindungnya zooxanthellae dari sinar matahari.
Mangsa menempel pada tentakel dengan penghadangan
langsung (aliran air membawa partikel menabrak tentakel), dengan pemadatan
inersia (momentum partikel yang padat membuatnya menyimpang dari aliran air dan
menabrak tentakel), dan dengan gravitasi (gravitasi menyebabkan pertikel yang
berat jatuh dan menabrak tentakel) (Sebens and Johnson, 1991). Apa pun metode yang digunakan, mangsa dibawa
ke mulut, lalu turun ke pharynx (kerongkongan), dan kemudian
ke rongga gastrovascular untuk dicerna.
Karang memiliki dua cara reproduksi: secara seksual dan
aseksual. Koloni karang memperbesar
ukurannya dengan cara membiak.
Perkembangbiakan karang ini bisa dengan cara intratentakular. Dengan
cara ini, karang-karang baru terbentuk dari lempeng oral polip dewasa,
contohnya seperti pada jenis Diploria. Cara yang lain adalah dengan ekstratentakular. Dengan cara ini, polip baru terbentuk dari
dasar polip dewasa, seperti yang terjadi pada Montastraea cavernosa.
Cara reproduksi karang aseksual yang umum terjadi adalah
dengan fragmentasi. Pecahan-pecahan
karang yang mendarat pada subtract yang sesuai dapat tumbuh dan membangun
koloni baru. Cara reproduksi ini umum
terjadi pada jenis karang yang bercabang seperti Acropora cervicornis. Dalam
reproduksi jenis ini terdapat hubungan yang positif antara ukuran pecahan
karang dan kemampuannya untuk bertahan hidup.
Ada banyak jenis karang yang mengalami masa
pemijahan. Dalam periode 24 jam, seluruh
karang yang sejenis dan sering kali jenis dalam suatu genus (marga) melepaskan
telur dan spermanya pada saat yang bersamaan.
Hal ini terjadi pada jenis dalam satu marga Montastraea, dan dalam
genera lain seperti Montipora, Platygra, Favia, dan Favites (Wallace,
1994). Dalam beberapa jenis dalam marga
Montastraea dan Acropora, telur dan sperma dilepaskan dalam semacam
kantung. Telur dan sperma ini melayang
dan mengapung ke permukaan untuk memisahkan diri dan kemudian pembuahan
(fertilisasi) terjadi. Pertemuan
intraspesies umum terjadi, namun pemijahan dalam saat yang bersamaan tersebut
meningkatkan kemungkinan hibridisasi jenis dalam marga yang sama (congeneric)
(Wallace, 1994). Zigot yang berkembang
menjadi larva yang disebut sebagai planula. Planula ini kemudian menempelkan dirinya pada
substrat yang sesuai dan tumbuh berkembang menjadi koloni yang baru.
Zooxanthellae
Zooxanthellae adalah alga bersel tunggal berwarna kuning
kecoklatan (dinoflagellate) yang
hidup bersimbiosis dalam gastrodermis (“perut”) karang pembangun terumbu
(Goreau et al. 1979). Unsur hara yang
dipasok oleh zooxanthellae yang memungkinkan karang tersebut tumbuh dan
berkembang biak dan menghasilkan terumbu.
Zooxanthellae menyediakan makanan bagi karang dalam bentuk hasil
fotosintesa. Sebagai imbalannya karang
memberikan perlindungan dan akses kepada cahaya matahari bagi zooxanthellae.
Karena kebutuhannya akan cahaya matahari, karang yang
mengandung zooxanthellae hanya hidup di perairan laut yang dangkal, dengan
kedalaman kurang dari 100 meter (Goreau et al., 1979). Karang juga hanya dapat hidup dalam air
dengan suhu di atas 20o Celsius dan hanya dapat hidup dengan
salinitas.
Anatomi Terumbu Karang
Terumbu karang terdiri dari jenis-jenis karang yang sangat beragam. Karang ini, terbentuk dari ribuan organisme kecil yang disebut polip. Struktur polip dan kerangka karang sebetulnya merupakan gabungan dua struktur yang sederhana. Polip terdiri dari dua lapisan sel, yaitu epidermis dan gastrodermis. Lapisan bukan jaringan antara gastrodermis dan epidermis disebut mesoglea.
Polip terdiri dari: filamen mesentery yaitu suatu pembatas yang bentuknya membulat yang membagi badan menjadi beberapa bagian. Polip ini terdiri dari nematocyst, yaitu semacam tentakel atau belalai beracun, yang digunakan untuk menangkap makanan, pharynx atau kerongkongan, lapisan horizontal dalam kerangka, dan colimella, yaitu sumbu utama corallite yang terdapat di bawah mulut. Corallite adalah bagian dari kerangka yang dimiliki oleh satu polip. Dinding kerangka di sekitar polip disebut theca.
Elemen pembentuk polip yang lain adalah calice, yaitu bukaan pada corallite, coenosarc (jaringan karang yang membentang dipermukaan koral antara polip, coenosteum (bahan kerangka di sekeliling corallites, dan corallum, yaitu kerangka karang. Anatomi karang juga termasuk lempengan kapur (calcareous) yang disebut sebagai septa. Septa ini meligkar membentuk dinding pusat corallite. Ada dua jenis septa, yaitu: septa bagian dalam (insert septa) yang terletak di bawah dinding corallite dan septa bagian luar (exsert septa) yang mencuat ke atas dinding corallite.
Karang terdiri dari dua jenis, yaitu karang lunak dan karang keras. Karang tumbuh menjadi bentuk yang beragam. Karang dapat berbentuk membulat dengan rongga di dalamnya (placoid) seperti Tubastrea coccinea (karang cawan jingga) dan Favia fragum (berbentuk bola yang berlekuk). Karang ada pula yang meandroid, yaitu meliuk. Dalam bentukan ini corallite membangun rangkaian dalam dinding yang sama seperti dalam jenis Dendrogyra cylindrus (karang kolom). Yang lain tumbuh menjadi bentuk kepompong, bola (spheroid), dan phalecoid seperti pada Eusmilia fastigiata.
Terumbu Karang 2
Terumbu karang merupakan kelompok kehidupan (komunitas) yang paling produktif dan paling beraneka ragam di muka Bumi ini dan banyak dijumpai di laut tropis yang hangat, jernih, dan dangkal. Terumbu karang memiliki fungsi yang beragam mulai dari sebagai penyedia makanan dan tempat tinggal bagi bermacam ikan dan invertebrata hingga melindungi pesisir dari erosi. Melalui simbiosis dengan alga bersel tunggal (zooxanthellae), karang pembangun terumbu merupakan sumber produksi primer dalam komunitas terumbu karang (Richmond 1993). Organisme karang yang hidup dalam terumbu mengeluarkan senyawa yang secara biologis aktif memiliki kegiatan penangkal mikroba dan virus (Van Alstyne and Paul 1988). Senyawa ini penting bagi sumber alami obat-obatan. Selain itu, para wisatawan yang datang dan melihat keindahan terumbu karang merupakan sumber matapencaharian yang penting bagi masyarakat yang tinggal di sekitar terumbu karang. Sayangnya, sejalan dengan peningkatan pemahaman kita akan karang dan terumbu karang, secara drastis pengaruh negatif populasi manusia terhadap komunitas terumbu karang meningkat pula.
Secara ilmiah, karang pembangun terumbu (atau karang hermatypic) masuk dalam Orde Scleratinia dalam kelas Anthozoa dari filum Cnidaria. Di dunia, ada sekitas 6000 jenis yang masuk dalam kelas Anthozoa, yang ke semuanya merupakan jenis dari laut (marine) (Pechenik 1991). Terumbu karang di wilayah barat Pasifik, termasuk Indonesia dan tentunya wilayah-wilayah Pangkajene Kepulauan, Selayar, Buton, Wakatobi, Padaido, Raja Ampat dan Sikka, memiliki keanekaan yang jauh lebih tinggi dibandingkan dengan terumbu karang yang hidup di wilayah samudera Atlantik dan Karibia. Perairan Samudra Pasifik memiliki 75% lebih banyak genera dan 85% lebih banyak jenis karang (Wilkinson 1987). Terumbu terbangun dari kalsium karbonat yang dihasilkan oleh polip karang. Meskipun merupakan arsitek utama bangunan terumbu, karang bukan satu-satunya elemen pembangun terumbu karang. Alga corraline melekatkan berbagai macam karang satu sama lain dengan senyawa kalsium, dan organisme lain seperti cacing dan moluska menyumbangkan kerangkanya yang keras (Cousteau 1985). Bersama-sama, berbagai organisme tersebut membangun berbagai jenis bentuk terumbu karang. Terumbu merupakan struktur yang penting di daerah tropis. Terumbu inilah yang memicu terbentuknya pulau dan mengubah garis pantai (Goreau et al. 1979).
Suatu koloni karang bisa terdiri dari ribuan polip. Polip pada umumnya bersifat karnivora dan mencari makan dengan merentangkan belalainya (tentakel) untuk menangkap partikel yang melayang dalam air. Namun demikian alga yang disebut sebagai zooxanthellae dan hidup bersimbiosis dengan polip karang tersebut berperan penting sebagai sumber nutrisi bagi karang hermatypic tersebut (Rowan dan Powers 1991). Karang berkembang biak secara seksual maupun aseksual. Suatu koloni koral yang berukuran besar diameternya, mungkin saja berasal dari satu polip yang sama.
Karena sebagian besar organisme terumbu karang hanya dapat hidup dalam kondisi lingkungan terbatas, terumbu karang sangat peka terhadap perubahan kondisi lingkungan (Richmond 1993). Karang sangat rentan terhadap penyakit dan pemutihan (bleaching). Kondisi alam yang dramatis, seperti topan badai, dapat merusak terumbu karang. Selain itu, banyak sekali masalah terhadap terumbu karang disebabkan oleh kegiatan manusia, secara langsung dan tidak langsung. Karena perannya yang penting secara ekologis dan secara ekonomi, pemahaman akan tekanan dan ancaman terhadap terumbu karang sangat diperlukan. Untungnya, ancaman dan kerusakan terhadap terumbu karang yang disebabkan oleh manusia dapat ditanggulangi dan dicegah (Richmond 1993).
Secara ilmiah, karang pembangun terumbu (atau karang hermatypic) masuk dalam Orde Scleratinia dalam kelas Anthozoa dari filum Cnidaria. Di dunia, ada sekitas 6000 jenis yang masuk dalam kelas Anthozoa, yang ke semuanya merupakan jenis dari laut (marine) (Pechenik 1991). Terumbu karang di wilayah barat Pasifik, termasuk Indonesia dan tentunya wilayah-wilayah Pangkajene Kepulauan, Selayar, Buton, Wakatobi, Padaido, Raja Ampat dan Sikka, memiliki keanekaan yang jauh lebih tinggi dibandingkan dengan terumbu karang yang hidup di wilayah samudera Atlantik dan Karibia. Perairan Samudra Pasifik memiliki 75% lebih banyak genera dan 85% lebih banyak jenis karang (Wilkinson 1987). Terumbu terbangun dari kalsium karbonat yang dihasilkan oleh polip karang. Meskipun merupakan arsitek utama bangunan terumbu, karang bukan satu-satunya elemen pembangun terumbu karang. Alga corraline melekatkan berbagai macam karang satu sama lain dengan senyawa kalsium, dan organisme lain seperti cacing dan moluska menyumbangkan kerangkanya yang keras (Cousteau 1985). Bersama-sama, berbagai organisme tersebut membangun berbagai jenis bentuk terumbu karang. Terumbu merupakan struktur yang penting di daerah tropis. Terumbu inilah yang memicu terbentuknya pulau dan mengubah garis pantai (Goreau et al. 1979).
Suatu koloni karang bisa terdiri dari ribuan polip. Polip pada umumnya bersifat karnivora dan mencari makan dengan merentangkan belalainya (tentakel) untuk menangkap partikel yang melayang dalam air. Namun demikian alga yang disebut sebagai zooxanthellae dan hidup bersimbiosis dengan polip karang tersebut berperan penting sebagai sumber nutrisi bagi karang hermatypic tersebut (Rowan dan Powers 1991). Karang berkembang biak secara seksual maupun aseksual. Suatu koloni koral yang berukuran besar diameternya, mungkin saja berasal dari satu polip yang sama.
Karena sebagian besar organisme terumbu karang hanya dapat hidup dalam kondisi lingkungan terbatas, terumbu karang sangat peka terhadap perubahan kondisi lingkungan (Richmond 1993). Karang sangat rentan terhadap penyakit dan pemutihan (bleaching). Kondisi alam yang dramatis, seperti topan badai, dapat merusak terumbu karang. Selain itu, banyak sekali masalah terhadap terumbu karang disebabkan oleh kegiatan manusia, secara langsung dan tidak langsung. Karena perannya yang penting secara ekologis dan secara ekonomi, pemahaman akan tekanan dan ancaman terhadap terumbu karang sangat diperlukan. Untungnya, ancaman dan kerusakan terhadap terumbu karang yang disebabkan oleh manusia dapat ditanggulangi dan dicegah (Richmond 1993).
Langganan:
Postingan (Atom)